News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Temuan Komnas HAM RI Terkait Tewasnya 3 Orang dan Kerusuhan di Puncak Jaya

Penulis: Gita Irawan
Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam konferensi pers Komnas HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada tanggal 6 sampai 10 Agustus 2024, Komnas HAM RI melakukan serangkaian langkah dalam rangka pemantauan lapangan terkait peristiwa penembakan yang menewaskan tiga orang di Distrik Muara, Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua Tengah.

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI Uli Parulian Sihombing mengatakan peristiwa penembakan yang terjadi pada 16 Juli 2024 tersebut memicu kerusuhan pada 17 Juli 2024.

Kerusuhan tersebut mengakibatkan tambahan korban dari masyarakat, dan aparat keamanan di mana banyak orang terluka, properti rusak, dan ketakutan melanda masyarakat setempat.

Terkait hal itu, Uli mengatakan Komnas HAM telah melakukan permintaan keterangan dari berbagai pihak yakni keluarga korban dan tokoh masyarakat, Pemerintah Provinsi Papua Tengah, Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya, Gabungan Satgas (Elang dan Yonif 753/AVT), Polres Puncak Jaya, Kodim 1714, RSUD Puncak Jaya.

Selain itu, Komnas HAM juga mengumpulkan dokumen-dokumen terkait, serta melakukan peninjauan langsung ke lokasi kejadian.

Baca juga: Komnas HAM Kecam Pembunuhan Glen Malcolm di Papua, Desak Penegakan Hukum bagi Pelaku

"Komnas HAM melakukan peninjauan lapangan tempat terjadinya peristiwa meninggalnya tiga orang di Kampung Pepera, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya Provinsi Papua Tengah," kata Uli ketika dikonfirmasi pada Senin (12/8/2024).

"Di tempat peristiwa tersebut, Komnas HAM melakukan permintaan keterangan secara langsung dengan keluarga korban, dan saksi, dan mengumpulkan barang bukti yang diperlukan," aambung dia.

Selain itu, Komnas HAM melakukan peninjauan lapangan tempat peristiwa kerusuhan 17 Juli 2024 di depan RSUD Mulia Puncak Jaya.

Komnas HAM, kata dia, juga meminta keterangan secara langsung kepada saksi-saksi, dan para tenaga kesehatan.

"Dalam proses pemantauan ini, Komnas HAM telah menemukan sejumlah fakta dan informasi yang akan ditindaklanjuti secara menyeluruh guna memastikan hak-hak korban dilindungi, ditegakkan, dan dipenuhi sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia," kata dia.

Sebagai bagian dari langkah tindak lanjut, kata dia, Komnas HAM berencana meminta keterangan pihak-pihak terkait untuk melengkapi dan memperjelas temuan yang sudah ada.

Menurutnya, hal tersebut penting untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, serta keakuratan dalam penanganan kasus ini serta untuk menyusun rekomendasi yang baik.

Komnas HAM, kata dia, berkomitmen untuk terus memantau perkembangan kasus tersebut.

Selain itu, ia menjanjikan akan mengumumkan hasil akhir pemantauan serta rekomendasi kepada publik setelah semua informasi terkumpul dan dianalisis secara menyeluruh.

"Komnas HAM menghargai langkah-langkah yang diambil oleh Forkompinda, pemimpin komunitas agama maupun adat, serta masyarakat setempat dalam menciptakan kondisi yang kondusif," kata dia.

"Tindakan cepat dan tepat dari semua pihak yang terlibat menjadi kunci utama dalam menjaga harmoni sosial," sambung dia.

Saling Tuding TNI dan OPM

Diberitakan Tribun-papua.com dan Tribunnews.com sebelumnya, TNI menyebut tiga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) tewas ditembak dalam operasi penegakan hukum yang dilakukan TNI di Puncak Jaya, Papua pada Selasa (16/7/2024).

Ketiga orang yang tewas berinisial SW (33), YW (41), dan DW (36).

TNI menyatakan mereka dilumpuhkan oleh aparat dari Satgas Yonif RK 753/AVT sekira pukul 19.45 WIT.

Hal itu dibenarkan Kapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Candra Kurniawan.

"Dengan respons cepat aparat keamanan Satgas Yonif RK 753/AVT melakukan penindakan terhadap gerombolan OPM tersebut," jelas Letkol Inf Candra Kurniawan.

Namun demikian, Markas Pusat Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-Organisasi Papua Merdeka (OPM) membantah tiga orang yang tewas ditembak aparat bagian dari mereka.

Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom menuding militer Indonesia salah target operasi.

Menurut dia, dua orang yang tewas dalam peristiwa di Distrik Mulia itu merupakan kepala kampung, dan seorang lainnya adalah warga sipil.

Sebby mengatakan hal itu diketahuinya dari laporan Terinus Enumbi, pimpinan TPNPB yang bermarkas di Ebuneri, Puncak Jaya.

"Militer Indonesia telah menembak mati tiga warga sipil, sementara lainnya sedang mengalami luka tembak di Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya pada hari Selasa pukul 20.00 malam," ujar Sebby dalam siaran pers dikutip dari Tribun-Papua.com pada Rabu (17/7/2024) petang.

Sebby mengklaim tiga orang yang tewas adalah Kepala Kampung Kalome di Distrik Mepogolok yaitu Sonda Wanimbo, Kepala Kampung Dokkome yaitu Pemerintah Murib, dan satu lainnya warga sipil yang telah menyelesaikan kuliahnya dari sebuah kampus di Jayapura bernama Dominus Enumbi.

Sebby, berdasarkan laporan yang diterimanya, menyebut masih terdapat sejumlah warga sipil yang mengalami luka tembak namun belum diketahui identitasnya.

Meski begitu, Sebby mengakui Teranus Enumbi berada di lokasi kejadian saat operasi TNI berlangsung.

Ia menjelaskan pada Selasa (16/7/2024) malam Teranus Enumbi memasuki Kota Mulia untuk membeli rokok.

Namun, kata dia, saat berada di Distrik Muara tepat di Karubate, Teranus Enumbi telah diketahui oleh militer Indonesia.

"Mereka langsung melakukan pengejaran terhadap Teranus Enumbi dengan menggunakan tiga mobil," ujarnya.

Saat berada di depan SD YPPG Distrik Mulia, kata dia, aparat TNI berupaya menembak Teranus Enumbi dari jarak 50 meter.

Akan tetapi, lanjut dia, peluru tidak mengenai sasaran.

"Teranus Enumbi hanya kikis di bagian kepala, badan dan kakinya. Akhirnya Terinus Enumbi melarikan diri dari tempat kejadian," kata dia.

Sebby mengatakan situasi ibu kota Kabupaten Puncak Jaya darurat pasca kejadian itu.

Dia menuding pergerakan aparat militer Indonesia menjadi penyebabnya.

Upaya Pemulihan Situasi

Diberitakan Tribun-papua.com sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya Papua Tengah telah melakukan upaya preventif dan restoratif pasca ricuh di depan RSUD Mulia pada Rabu (17/7/2024).

Berdasarkan informasi yang diterima Tribun-Papua.com, Pemkab Puncak Jaya telah melaksanakan rapat Pemulihan Kondisi Kamtibmas pada Kamis (18/7/2024).

Rapat tersebut digelar di kediaman Sekda Puncak Jaya Pagaleme pukul 15.24 WIT.

Rapat dilaksanakan setelah tim mediasi melakukan pertemuan dan klarifikasi kronologi di lokasi Duka Distrik Muara yang disepakati untuk damai.

Dalam rapat itu, juga hadir Forkompimda bersama Tokoh masyarakat, keluarga Korban, Pimpinan Ormas dan OPD teknis lainya.

Diketahui, rapat tersebut adalah upaya preventif dan restoratif pasca ricuh di Depan RSUD melalui mediasi antara TNI-Polri dan Keluarga Korban yang difasilitasi Pemkab Puncak Jaya.

Rapat tersebut menghasilkan sejumlah kesepakatan di antaranya kondisi Mulia hingga Kamis 18/7/2024 secara resmi dinyatakan aman dan kondusif.

Keluarga korban menyampaikan kejadian di RSUD adalah spontanitas dan bukan terencana.

Hal itu dipengaruhi adat istiadat Lani sebagai bentuk ekspresi jika ada keluarga yang dihormati/dicintai meninggal dunia dengan cara yang tidak wajar.

Forkompimda menyatakan turut berduka cita mendalam atas kejadian yang mengakibatkan kerugian material, korban jiwa baik di Masyarakat Asli Puncak Jaya maupun Warga Nusantara di Puncak Jaya.

Meski ada aksi perusakan karena alasan adat, hal demikian disepakati habis saat itu saja.

Warga Nusantara yang mengamankan diri di Mapolres dan Makodim 1714/PJ diimbau untuk dapat kembali ke rumah atau kios masing-masing.

Aktivitas pelayanan, perdagangan, pelayanan kesehatan di RSUD dan puskesmas, aktivitas pendidikan, kantor pemerintah maupun swasta, BUMN, warung, ojek dan lainnya dapat berjalan seperti biasa.

Untuk aktifitas usaha sudah bisa buka sesuai jam operasional yang sudah ditentukan sesuai aurat Edaran Bupati dengan batas sampai jam 17:00 WIT.

Kemudian untuk ojek batas operasional sampai jam 17:00 di dalam kota saja, tidak melewati batas kota yang sudah di tentukan selama 1 sampai 2 bulan kedepan.

Bila setelah upaya damai masih terdapat pelaku yang melakukan gangguan dengan penodongan maka dianggap sebagai kejahatan dan akan ditindak secara hukum dan dari pihak keluarga korban menyatakan tidak ada kaitan dengan kejadian kemarin.

Seluruh masyarakat juga diimbau tetap waspada dan meminta aparat untuk merutinkan patroli sajam.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini