News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berdayakan Difabel dan IRT, Nena Collection Produksi Kerajinan Kain, Sukses Naik Kelas Berkat YDBA

Penulis: Sri Juliati
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemilik UMKM Nena Collection, Erna Zurnimawati. Kisah UMKM Nena Collection yang memberdayakan difabel dan IRT, sukses naik kelas berkat pendampingan YDBA. Produknya sudah diekspor hingga Jepang.

TRIBUNNEWS.COM - Suara deru mesin jahit terdengar bersahutan saat kaki Rusna menekan pedal mesin sembari kedua tangannya memegang kain panjang selebar 5 cm dan mengarahkannya di bawah jarum jahit.

Dengan penuh kehati-hatian, ibu satu anak tersebut itu menjahit potongan kain yang akan diubah menjadi tali tas.

Di dekat Rusna, terdapat tumpukan kertas dan bolpoin. Kedua benda tersebut memiliki fungsi penting bagi Rusna selama menjadi penjahit di UMKM Nena Collection.

Tak lain untuk membantunya berkomunikasi dengan sesama penjahit dan pemilik UMKM Nena Collection, Erna Zurnimawati.

"Semisal ada kendala saat menjahit, dia bisa tulis pertanyaan di kertas, sekadar izin ke toilet pun dia tulis," ucap Erna kepada Tribunnews.com, Kamis (5/9/2024).

Ya, Rusna merupakan salah satu penyandang disabilitas tuli yang direkrut Erna menjadi penjahit. Selain Rusna, masih ada Parjilah, difabel tuli lainnya ikut menggantungkan nasib di Nena Collection.

Rusna, salah satu penjahit difabel di Nena Collection. 

Setiap hari, Rusna, Parjilah, dan 5 penjahit lainnya menyulap lembaran-lembaran kain menjadi sejumlah kerajinan seperti sarung bantal, guling, boneka, topi, bed cover, tas, dompet, hingga dekorasi rumah.

Proses pembuatan kerajinan kain tersebut dilakukan setiap hari di rumah produksi Nena Collection yang beralamat di Jalan Imogiri Barat Km 8 Sudimoro, Kalurahan Timbulharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.

Erna mengaku, tak pernah ada kendala yang berarti saat bekerja bersama Rusna dan Parjilah. Sebab keduanya memang telah memiliki bekal dasar menjahit.

"Selama ini nggak ada masalah, baik dari sisi komunikasi maupun kerjanya. Bahkan kami di sini juga ikut belajar bahasa isyarat," ujar Erna sembari memperlihatkan gestur 'tunggu' dalam bahasa isyarat.

Baca juga: Jalan Panjang UMKM Batik Namburan, Bangkit Berkat YDBA, Punya Visi Go Global 2030

Selain difabel tuli, Erna juga mengajak sejumlah ibu rumah tangga (IRT) di sekitar rumahnya untuk bergabung sebagai penjahit.

Satu di antaranya Suryani (49), warga Sorogenen, Kalurahan Timbulharjo yang telah menjadi karyawan Nena Collection sejak 2017. 

Sebelum bekerja di Nena Collection, Suryani fokus mengurus keluarga kecilnya. Setelah sang anak mulai bersekolah, Suryani memutuskan untuk bekerja.

"Dulu diajak pas masuk ke sini dan sama sekali nggak bisa jahit pakai mesin. Setelah belajar, ya, lama-lama bisa," kata Suryani.

Tak hanya Suryani, masih ada 5 IRT yang ikut menjadi penjahit Nena Collection. Bedanya, mereka tidak harus setiap hari datang ke rumah produksi.

Mereka hanya perlu mengambil bahan, mendengarkan briefing dari Erna, lalu pulang, dan mengerjakan apa yang diminta di rumah.

"Jadi bisa dikerjakan setelah anak tidur atau pas anak sekolah. Nanti kalau sudah selesai, tinggal diantar ke sini lagi, ambil bahan lagi, begitu seterusnya," ucap Erna.

Apa yang dilakukan Erna tersebut sejalan dengan misinya yang ingin memberdayakan para wanita, terkhusus IRT serta penyandang disabilitas.

Erna juga memiliki keinginan untuk merangkul lebih banyak lagi IRT agar menjadi lebih produktif.

"Dalam lingkup yang lebih luas, saya ingin memunculkan kelompok-kelompok menjahit yang bisa dikerjakan di rumah, tanpa mengganggu aktivitas di rumah tangga," kata dia.

Siapa sangka, berbagai produk kerajinan dari kain yang dijahit Parjilah, Rusna, Suryani, dan lainnya, telah sampai ke tangan para pembeli di sejumlah daerah di Indonesia dan diekspor hingga Jepang.

Modal Rp 500 Ribu

Sudah 24 tahun lamanya, Erna bergelut di dunia usaha kerajinan kain. Jika ditarik ke belakang, perkenalan Erna dengan berbagai hasil kerajinan kain telah terjalin saat ia duduk di bangku SMA.

Karya pertamanya, menggunakan mesin jahit milik keluarga, adalah ikat rambut. Hobi tersebut terus ditekuni Erna hingga duduk di bangku kuliah.

Saat itu, ia mulai menghasilkan sejumlah kerajinan kain berupa gorden, cover galon, hingga sprei dengan motif dan model yang tak biasa untuk dipakai sendiri.

Sempat vakum selama beberapa tahun karena sibuk bekerja, Erna memutuskan kembali menggeluti kerajinan kain saat hendak membuat suvenir untuk pernikahannya sendiri pada 2020.

Kala itu, Erna bertugas memotong kain. Urusan menjahit diserahkan kepada saudaranya dengan melibatkan beberapa tetangga.

"Dari suvenir pernikahan, tetangga bilang jangan berhenti dan minta untuk dilanjutkan," ungkap wanita kelahiran Bantul, 30 Oktober 1973 tersebut.

Inilah titik mula Erna terjun ke dunia usaha kerajinan kain. Bekerjasama dengan tetangga sebagai penjahit, Erna merintis usahanya bermodal sekira Rp 500 ribu. 

Produk pertamanya adalah sarung bantal.

"Saat itu, saya masih bingung dengan pemasarannya karena masih bekerja. Akhirnya, saya titipkan ke toko suvenir yang sudah terkenal di Yogyakarta," lanjutnya.

Tak dinyana, sarung bantal buatan Erna laris manis. Hingga pihak toko memanggilnya dan menunjukkan sejumlah sample produk.

Erna diminta membuat sejumlah produk kerajinan kain yang mayoritas berupa item dekorasi interior rumah dan perabotan rumah tangga seperti taplak meja, tempat tisu, cover galon, dan lainnya.

Ia pun menyanggupi. Lagi-lagi, kerajinan kain buatannya habis terjual. Sejak saat itu, pihak toko rutin melakukan order pada Erna.

Lambat laun, usaha yang dirintis Erna menunjukkan hasil baik. Bahkan omzet yang didapat sudah jauh lebih besar ketimbang penghasilannya sebagai manajer di sebuah perusahaan ternama.

Pada 2005, ia memutuskan untuk resign demi membesarkan Nena Collection. Hingga akhirnya sekarang, Nena Collection menjadi salah satu UMKM yang diperhitungkan di Yogyakarta.

Pemasaran produk Nena Collection kian meluas hingga ke sejumlah toko suvenir di berbagai kota. Erna juga kerap mendapatkan orderan dalam partai besar baik dari instansi maupun pribadi.

Produk kerajinan kainnya pun semakin bervariasi. Bahkan ada beberapa produk yang sebenarnya merupakan permintaan dari customer.

"Saya pernah diminta jadi narasumber untuk mengajari membuat boneka dari kain perca. Padahal saya sendiri pun belum pernah bikin. Saya coba dulu, kan, ternyata bisa. Malah sekarang jadi produk andalan," bebernya.

Erna menambahkan produk Nena Collection memiliki ciri khas tersendiri yang membuatnya berbeda. Yaitu menggunakan bahan dasar berupa kain tenun dan kanvas yang dikombinasikan dengan batik cap khas Bantul.

Kain batik yang dipakai pun tak melulu warna gelap. Erna melakukan inovasi dengan menghadirkan warna yang cerah seperti kuning, ungu, merah, dan lainnya.

"Harganya terjangkau, mulai dari Rp 3000 sampai yang mahal yaitu bed cover lengkap dengan sprei seharga Rp 1,4 juta," kata dia.

Jatuh Bangun Jalankan Usaha

Erna tak menampik, ada masa-masa terpuruk yang pernah dilaluinya selama menjalankan Nena Collection.

Pertama, saat terjadi gempa Yogyakarta pada Sabtu, 27 Mei 2006. Gempa berkekuatan 5,9 skala richter yang terjadi pada pukul 05.53.58 WIB selama 57 detik tersebut merusak rumah sekaligus tempat produksi.

Tak ingin terus berlarut, dua minggu pasca-gempa, Erna memutuskan mengontrak sebuah rumah yang dipakai menjadi tempat produksi untuk sementara waktu.

Ia memanggil para karyawan dan melanjutkan rutinitas seperti saat sebelum gempa.

"Saat itu, kami benar-benar mengawali dari nol lagi, persis seperti awal-awal merintis usaha," kisah Erna.

Bahkan untuk membuat produk, Erna menggunakan kain perca yang masih tersisa.

Setahun kemudian hingga 2009, usaha Erna perlahan mulai bangkit seiring mulai diadakannya kembali pameran-pameran.

Masa terpuruk kedua yang dihadapinya adalah saat pandemi yang membuat penjualannya turun tajam.

Namun, Erna sukses membidik celah baru untuk segera bangkit. Ia memproduksi masker yang saat itu dibutuhkan semua kalangan.

Dalam sehari, Erna dan timnya sukses memproduksi 300 lembar masker dengan omzet mencapai Rp 3 juta per hari.

Saat pandemi itu pula, Erna mendapat pesanan 1.000 lembar masker dari 4 kantor cabang BPJS Kesehatan di Jawa Tengah dan DIY.

"Pandemi justru menjadi berkah tertinggi bagi karyawan karena setiap hari selalu ada order masker. Mereka pun bisa memperoleh gaji di atas UMR," kata dia.

Bagi Erna, situasi terpuruk tak seharusnya mematahkan semangat. Justru ini menjadi motivasi agar segera menemukan solusi.

"Yang ada di pikiran saya adalah para karyawan yang menggantungkan nasibnya di sini. Jangan sampai mereka mengganggur," tambahnya.

Pendampingan dari YDBA

Erna mengaku berjalannya usahanya tak lepas dari pendampingan dari Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) yang merupakan salah satu pelaksana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Astra International Tbk.

Didirikan founder Astra, William Soeryadjaya pada 2 Mei 1980, YDBA merupakan perwujudan cita-cita Astra 'Sejahtera Bersama Bangsa'.

YDBA juga sebagai bentuk komitmen Astra untuk berperan serta secara aktif dalam membangun bangsa dan berfokus pada program kewirausahaan.

Perkenalan Erna dengan YDBA dimulai pada 2017. Saat itu, Erna membutuhkan pendampingan sekaligus ilmu untuk mengembangkan usahanya.

Setelah menjadi bagian UMKM binaan YDBA, ia mendapat banyak pelatihan mulai dari 5R, ekspor, packaging, laporan keuangan, hingga manajemen keuangan.

Ilmu yang didapat tersebut lantas diaplikasikan Erna dengan pendampingan sepenuhnya dari pihak YDBA. 

asilnya dapat terlihat sekarang. Nena Collection sukses naik kelas dan menjadi salah satu UMKM Mandiri binaan YDBA.

"Dulu, kegiatan pribadi dan usaha masih bercampur di satu ruangan. Jadi sebelum jahit, saya harus ngeluarin motor dulu, karena garasi masih jadi satu dengan tempat produksi. Setelah saya renovasi dan pisahkan, area produksi terlihat lebih bersih, tertata, dan aman," ungkap Erna.

Pengadaan rak-rak untuk memilih dan menata bahan serta barang jadi juga menjadi langkah Erna untuk mewujudkan efisiensi dalam usahanya.

Lewat penataan tersebut, para karyawan tak perlu repot mencari bahan yang hendak dipakai. Selain itu, memudahkan Erna untuk mendeteksi bahan atau item apa saja yang habis

"Dengan sistem yang lebih rapi, kerja menjadi lebih efektif dan efisiensi. Kami pun dapat menyelesaikan orderan secara cepat dan tepat waktu yang imbasnya pada keuntungan," kata Erna.

Erna mencatat, pada Juni 2024, omzet Nena Collection mencapai Rp 100 juta dan menjadi omzet tertinggi selama ini.

Manfaat lain yang didapat Erna setelah bergabung di bawah YDBA adalah kerap diajak mengikuti pameran.

Seperti beberapa waktu, ia diajak untuk memamerkan produk kerajinan kainnya di Pekan Raya Jakarta (PRJ) dan pameran di IKEA.

Menurut Erna, saat pameran seperti inilah, ia akan bertemu dengan sejumlah pembeli yang berpotensi menjadi loyal customer-nya.

Terbaru, Nena Collection terpilih mewakili YDBA Yogyakarta di ajang Pameran Dagang Indonesia - Trade Expo Indonesia (TEI) yang digelar Oktober mendatang.

Dengan segala fasilitas yang didapat, Erna berharap, YDBA akan terus mempertahankan sejumlah program pendampingan demi mendorong UMKM agar bisa naik kelas. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini