TRBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti akan bicara dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perihal kasus hukum yang menimpa Supriyani (36) guru honorer SD di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Abdul Mu'ti mengaku akan bertemu secara langsung dengan Kapolri dalam waktu dekat ini.
"InsyaAllah dalam minggu-minggu ini kalau waktunya cocok kami akan bertemu silaturohim dengan Kapolri membicarakan persoalan-persoalan keterasan yang ada di dalam pelajar, dan juga persoalan yang berkaitan dengan lagi-lagi pembinaan karakter," kata Abdul Mu'ti di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024).
Abdul Mu'ti menjelaskan, kasus kriminalisasi guru ini bukan kali pertama terjadi.
Sehingga, menurutnya perlu ada penyelesaian hingga ke tingkat hulu.
"Kasus yang seperti itu kan juga terjadi di tempat lain, karena itu kami ingin menyelesaikannya dari hulu," katanya.
Abdul Mu'ti mengaku tak ingin kasus serupa terulang lagi.
Oleh kareannya, pihaknya berkomitmen untuk mendorong kebijakan pusat, baik dari kebijakan hukum maupun pemerintahan agar lebih jelas.
Menurutnya, juga perlu pendidikan karakter untuk menjawab kasus-kasus seperti yang dialami Supriyani itu.
Diketahui, nama Supriyani banyak diperbincangkan lantaran ia ditahan usai ditetapkan tersangka karena dituduh memukul muridnya.
Supriyani dituduh aniaya murid yang merupakan seorang anak polisi yang bertugas di Polsek Baito, Konsel.
Baca juga: Supriyani Mengaku Tak Pernah Berinteraksi dengan Korban, Sebut Sudah Diwanti-wanti Guru TK
Kini, Supriyani pun sudah menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo Konawe Selatan.
Sidang perdana dilakukan Kamis (24/10/2024) dan terbaru, Supriyani jalani sidang keempatnya kemarin, Rabu (30/10/2024).
Pakar Khawatir Kriminalitas yang Overdosis
Di sisi lain, Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri mengaku risau dengan kasus guru Supriyani ini.
Reza menilai, kasus guru Supriyani telah dikriminalisasi secara berlebihan.
"Saya harus akui, saya dirisaukan oleh kesan kasus ini sudah menjadi semacam hyper criminalization, kriminalisasi yang overdosis," kata Reza, Senin (28/10/2024).
Ia menganggap, penahanan yang dilakukan terhadap Supriyani merupakan bentuk perlakuan yang melebihi takaran dan tidak sepatutnya dikenakan terhadap guru honorer itu.
"Ternyata apa yang saya anggap sebagai hyper criminalization antara lain terbukti."
"Terwujud dalam penanganan tersebut ternyata segedang sepenarian dengan penetapan hakim kemarin," ungkapnya.
Maksud dari penetapan hakim itu yakni terkait dikabulkannya penangguhan penahanan terhadap Supriyani.
Menurutnya, penahanan tidak perlu dilakukan terhadap Supriyani.
Lebih lanjut, Reza menjelaskan, hyper criminalitation ini berangkat dari kecenderungan otoritas penegakan hukum yang melihat berbagai macam situasi dari kacamata pidana.
"Jadi mudah sekali untuk mengatakan, 'oh ini pelanggaran hukum, 'oh ini kejahatan', 'oh ini pelaku kejahatan' dan seterusnya. Terlalu mudah menggunakan kacamata pidana," imbuhnya.
Padahal, menurut Reza, untuk kasus-kasus yang efek pidananya relatif minor, tidak perlu menempuh langkah litigasi.
Menurutnya, kasus seperti yang menimpa Supriyani ini bisa diselesaikan melalui restorative justice, yakni upaya penyelesaian hukum dengan cara kesepakatan bersama.
"Apalagi nanti pada penghukuman, masuk dalam lembaga pemasyarakatan, tidak harus seperti itu," paparnya.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Nanda Lusiana)