TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabag Ops Polres Solok Selatan menembak mati Kasat Reskrim Polres Solok Selatan pada Jumat (22/11/2024) dini hari sekitar pukul 00.43 WIB.
Kabag Ops AKP Dadang Iskandar menembak kepala Kasat Reskrim Polres Solok Selatan AKP Ulil Ryanto Anshari di Parkiran Polres Solok Selatan di Jorong Bukit Malintang Barat, Nagari Lubuk Gadang, Kecamatan Sangir.
Terkait peristiwa itu, pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menganalisis, dilihat dari peluru yang ditembakkan sampai sembilan butir, mengindikasikan penembakan itu diwarnai thinking system 1.
Sistem berpikir tersebut, menurutnya, bisa disetarakan sebagai perilaku impulsif, tanpa persiapan atau pertimbangan yang memadai.
Berikut analisis lengkap Reza Indragiri Amriel.
"Bahwa peluru yang ditembakkan sampai sembilan butir, mengindikasikan penembakan itu diwarnai oleh thinking system 1.
Sistem berpikir ini bisa disetarakan sebagai perilaku impulsif, tanpa persiapan atau pertimbangan yang memadai.
Boleh jadi didahului oleh ledakan perasaan negatif. Perasaan itu menjadi perilaku kekerasan yang muncul seketika sebagai reaksi atas interaksi yang memanas di TKP.
Terkait beking tambang ilegal?
Narasi sedemikian rupa tidak hanya berat bagi AKP DI, tapi juga bagi institusi Polri utamanya Polda Sumbar.
Kesan yang muncul adalah 'manfaat' aktivitas beking itu sudah mengalir ke polisi-polisi lain. Itu mengindikasikan selama ini fungsi pengawasan tidak dijalankan, ditambah 'kode tirai' yaitu subkultur menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan oleh sesama sejawat.
Dengan situasi seburuk itu, sebetulnya tidak pas lagi jika yang dipakai adalah sebutan oknum.
Itu penerapan Bad Apple Theory yang justru menurunkan bobot keseriusan kasus penembakan tersebut.
Jangan-jangan yang tepat adalah Rotten Barrel Theory. Bahwa, penembakan merupakan puncak dari kejahatan sistemik yang justru telah menyebar luas di dalam organisasi penegakan hukum itu sendiri.