TRIBUNNEWS.COM - Terungkap, Aipda Robig Zaenudin (38), anggota Satresnarkoba Polresta Semarang menembak siswa SMKN 4 Semarang, GRO (17), tanpa tembakan peringatan.
Hal itu diakui oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah (Jateng), Kombes Pol Artanto.
Aipda Robig meletuskan dua tembakan ke arah GRO, satu tembakan bersarang di bagian pinggul hingga mengakibatkan siswa SMK itu tewas.
Kemudian, satu tembakan lainnya menyasar dua teman GRO, AD (17) dan SA (16).
Beruntung, AD dan SA berhasil selamat, namun mengalami luka tembak di tangan dan dada.
Penembakan itu terjadi di depan minimarket yang berada di Jalan Candi Penataran Raya, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Minggu (24/11/2024).
"Tidak ada (tembakan peringatan)," ujar Artanto, Kamis (28/11/2024) petang, dilansir TribunJateng.com.
Artanto mengakui, tindakan yang dilakukan Aipda Robig berlebihan atau eksesif action.
"Eksesif action artinya dia tidak perlu melakukan penembakan terhadap orang yang tawuran tersebut."
"Hal itu menjadi fokus penyelidikan dari Bidpropam terhadap yang bersangkutan," urainya.
Terkait tindakan yang dilakukan Aipda Robig, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri memberikan pandangannya.
Baca juga: Aipda Robig Tembak Mati Siswa SMK di Semarang, Ini Tanggapan Kompolnas, Komnas HAM dan Ombudsman
Menurut Reza, akar permasalahannya bukan pada senjata api itu sendiri.
Juga bukan terletak pada individu yang memegang senjata api.
Namun, menurut Reza, ada dua subkultur menyimpang di lembaga kepolisian.