Dalam keadaan genting, ia memutuskan untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI sebesar Rp15 juta.
“Kredit itu saya pakai untuk sewa lahan dan tambahan modal. Kalau tidak ambil KUR, mungkin usaha saya sudah berhenti,” ungkap pria asal Sragen ini.
Keputusan itu terbukti menjadi langkah tepat.
Meski berpindah lokasi, ia perlahan mulai menghidupkan kembali usahanya. Bahkan, untuk pertama kalinya, ia berinovasi dengan memperkenalkan pembayaran digital menggunakan QRIS, sebuah terobosan yang memudahkan pelanggan.
Pada 2023, harapan baru muncul. Shelter Manahan yang direnovasi kembali dibuka, kali ini dengan fasilitas yang lebih modern. Heri pun mendapatkan tempat di lokasi baru tersebut.
“Rasanya lega sekali bisa kembali. Sekarang tempatnya lebih rapi dan nyaman. Pengunjung juga mulai ramai lagi,” katanya sambil tersenyum.
Selain suasana yang lebih baik, sistem pembayaran nontunai menggunakan QRIS semakin diminati, terutama oleh anak muda dan wisatawan.
“Mereka bilang praktis, tinggal scan dan selesai,” ujarnya.
Kisah Heri adalah cermin ketangguhan para pelaku usaha kecil yang menghadapi gelombang perubahan. Bagi Heri, bertahan adalah pilihan satu-satunya.
“Dulu saya sempat hampir menyerah, tapi ingat keluarga. Kalau saya berhenti, bagaimana mereka? Jadi, saya teruskan saja,” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Kini, di bawah naungan shelter baru yang megah, Tahu Kupat Pak Har menjadi simbol semangat bangkit dari keterpurukan. Setiap pelanggan yang mencicipi tahu kupatnya, sesungguhnya juga ikut mencicipi semangat juangnya.
Cerita berwirausaha seorang Heri sejalan dengan pandangan para ahli mengenai pentingnya digitalisasi untuk pelaku usaha kecil.
Ekonom Universitas Sebelas Maret, Mulyanto, menilai bahwa digitalisasi seperti QRIS membuka peluang besar bagi UMKM.
“UMKM yang memanfaatkan teknologi ini akan lebih kompetitif, terutama karena bisa menekan biaya dan menarik lebih banyak pelanggan,” jelasnya.