Menurut Adib, kurangnya pergaulan bisa menjadi penyebab pelaku atau penderita fetitisme tidak mampu melampiaskan hasrat seksualnya secara normal.
Adib menyampaikan seseorang yang mengalami fetitisme semestinya dibawa ke psikolog.
Hal ini diperlukan untuk dilakukannya terapi pada penderita fetitisme.
"Ini harus dibawa ke psikolog untuk diterapi dan dihilangkan trauma masa lalunya," terang Adib.
Adib menambahkan, dengan dibawa ke psikolog, pengidap fetitisme akan dilatih berkomunikasi dengan orang lain.
Dengan begitu, diharapkan pengidap fetitisme mampu menjalin komunikasi ataupun mendekati lawan jenis sebagaimana mestinya.
Tak hanya itu, menurut Adib, pengidap fetitisme semestinya juga dilatih untuk memiliki keahlian, yang kemudian bisa dijadikan sebagai bekalnya mendapat pekerjaan.
"Karena kalau dia mampu berkomunikasi, punya keahlian, artinya punya pekerjaan, nah dia kan akan cenderung berani mendekati perempuan," terang Adib.
Psikolog Adib menuturkan, fetitisme kerapkali terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keahlian atau pekerjaan.
"Ini (fetitisme) kan juga sering terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki keahlian, istilahnya pengangguran begitu," ucap Adib.
Lebih lanjut, untuk menghindari kejadian tersebut terulang, Adib menyampaikan bahwa sebaiknya pakaian dalam dijemur di tempat yang lebih tertutup.
"Kalau bisa menjemurnya jangan di tempat yang bisa dicuri orang, untuk ibu-ibu dan remaja, karena itu kan termasuk privasi," kata Adib.
Selain itu, menurutnya, kontrol sosial dari tetangga maupun satpam kompleks juga diperlukan untuk mengawasi orang-orang tak dikenal yang bergelagat mencurigakan.
Adib menambahkan, efek jera untuk pelaku juga diperlukan supaya ia tidak mengulanginya lagi.