Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG SELATAN - Masyarakat Tangerang Selatan dikejutkan oleh kemunculan radiasi dari senyawa radioaktif di lingkungan Perumahan Batan Indah Serpong Tangerang Selatan.
Terdeteksinya radiasi dari benda radioaktif itu diketahui saat Bapeten melakukan uji fungsi dengan target area meliputi wilayah Pamulang, Perumahan Dinas Puspiptek, Daerah Muncul dan Kampus ITI, Perumahan Batan Indah, dan Stasiun KA Serpong, pada 30 dan 31 Januari 2020.
Mengutip Kompas.com, secara umum, paparan radiasi lingkungan pada daerah pemantauan menunjukkan nilai normal (paparan latar).
Namun, pada saat dilakukan pemantauan di lingkungan Perumahan Batan Indah, ditemukan kenaikan nilai paparan radiasi di lingkungan area tanah kosong di samping lapangan voli blok J.
Setelah lebih dari 2 minggu dari temuan radiasi tersebut, kini beragam fakta muncul terkait benda yang mengeluarkan radiasi radioaktif itu.
Takta terbaru temuan radioaktif tersebut menunjukkan, radiasi berasal dari limbah.
Dari hasil penelitian sementara, asal radiasi muncul dari limbah atau sampah radioaktif dari teknologi nuklir yang telah digunakan.
"Tapi yang jelas ini ada sisa limbah atau sampah radioaktif jadi dari beberapa tanah itu ada kita lihat kecil-kecil itu adalah limbah entah dari mana itu yang kita cari," kata Sekretaris Utama Bapeten, Hendrianto Hadi Tjahyono di lokasi, Sabtu (15/2/2020).
Saat ini Bapeten telah melakukan penelitian lebih lanjut tentang serpihan limbah radioaktif dari zat Cesium (Cs) 137 tersebut.
Sebab, pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia terbilang banyak dan ada di beberapa bidang.
"Di Indonesia ini pemanfaatkan tenaga nuklir itu luas. Ada di bidang Industri, bidang medis dan penelitian," tutur dia. Dari sempel yang diperoleh, Bapeten yang bekerja sama dengan Batan akan mengetahui asal sumber casium dari data yang dimilikinya saat ini.
Berkaca dari kasus yang baru saja terjadi di kawasan Tangsel itu, ada arsip artikel yang dimiliki media asing, The New York Times yang dipublikasikan pada 11 Oktober 1987.
Baca: Survei Indo Barometer: Prabowo Menteri Paling Paling Dikenal Publik di Kabinet Jokowi
Artikel ini menunjukkan terjadinya kasus yang mengindikasikan temuan zat Cs 137 di Brazil.
Dikutip dari situs The New York Times, Minggu (16/2/2020), para ahli dari Amerika Serikat (AS), Uni Soviet dan negara lainnya saat itu bergegas menuju Brazil untuk membantu menangani kecelakaan radiasi yang dianggap paling serius di belahan bumi Barat itu.
Baca: Satpol PP Pergoki Sepasang Kakek-Nenek di Kamar Hotel Saat Hari Valentine
Kerusakan kapsul yang berisi bahan 'sangat radioaktif' yang dikenal sebagai Cesium 137 itu telah memaparkan radiasi pada sedikitnya 24 orang, delapan diantaranya dalam kondisi kritis.
Baca: Disebut Hina Jokowi, Rektor Universitas Negeri Semarang Nonaktifkan Dosen SP
Bahan berbahaya tersebut diketahui mencemari lingkungan pekerja di halaman pabrik kecil besi tua, saat sejumlah pekerja menghancurkan dan membuka wadah timah yang ternyata berisi cesium 137 itu.
Kecelakaan ini terjadi di Goiania Brazil di awal September pada 1987 silam, namun baru dilaporkan kepada aparat setelah keluarga, kerabat serta tetangga di lingkungan itu menunjukkan luka bakar serius dan kondisinya semakin parah.
Baca: Kisah Ningsih Tinampi, Dukun Terapi Asal Pandaan, Pasuruan, yang Mendadak Viral
Para Ilmuwan mengatakan, pemerintah Brazil pada awalnya lambat dalam mengetahui dampak dan mengambil langkah penanganan radiasi ini.
Sementara para ahli yang memiliki fasilitas lengkap pun terus berusaha membersihkan area yang terkontaminasi itu.
Bahan radioaktif yang berbahaya berbentuk bubuk ini tampaknya telah menyebar ke seluruh area tersebut dan menunjukkan derajat paparan radiasi yang beragam.
Pihak berwenang Brazil, saat itu telah memblokir area seluas 2.000 meter persegi di mana mereka mengatakan bahwa orang dewasa, anak-anak, rumah, halaman belakang, mobil serta hewan peliharaan telah terpapar berbagai tingkat radiasi.
Para Ahli Nuklir di pemerintahan pun mengatakan bahwa mereka telah menemukan tujuh daerah dengan tingkat kontaminasi tinggi, serta tujuh lainnya yang memiliki level tidak begitu berbahaya.
Limbah radioaktif tingkat tinggi terdeteksi berada pada 25 rumah dan sejumlah rumah sakit tempat di mana para korban radiasi itu dirawat.
Kecelakaan yang mengakibatkan terjadinya radiasi ini telah menimbulkan dampak yang sangat besar baik di Brazil maupun negara lainnya.
Hal itu tidak hanya karena tingginya jumlah korban yang terpapar, namun juga karena telah kembali mengingatkan negara tersebut terkait bahaya potensial yang ditimbulkan oleh reaktor nuklir besar di dekat Rio de Janeiro yang dianggap mengalami banyak kegagalan.
Zat ini juga memiliki kegunaan secara luas dalam dunia industri, misalnya untuk mengukur kepadatan serta ketebalan bahan seperti kertas dan baja.
Selain itu, cesium 137 diproduksi dalam reaktor nuklir, unsur ini disebut sebagai salah satu zat mematikan yang diketahui terdapat pada bencana nuklir Chernobyl di Uni Soviet 1986 silam, satu tahun sebelum terjadi di Goiania Brazil.
Sementara kisah radiasi yang terjadi di Brazil, disatukan ceritanya oleh aparat setempat.
Kisah paparan radiasi ini dimulai pada awal September 1987, saat para pemuda lokal mencuri mesin iradiasi yang tertinggal dan tidak terpakai di Goiania Institute for Radiology milik pihak swasta.
Para pemuda ini kemudian mengangkut potongan berat itu untuk dijual ke penjual besi tua bernama Devair Alves Ferreira (33).
Setelah bertransaksi, mereka pun meninggalkan barang itu di halaman belakang pabrik kecil milik laki-laki itu.
Saat Ferreira dan beberapa pekerja lainnya mulai memisahkan potongan mesin yang dibeli, mereka menggunakan palu yang memiliki bobot cukup berat untuk membuka bongkahan timah yang tebal itu.
Dan ketika timah berhasil dibuka, para pekerja ini menemukan debu berwarna kebiru-biruan yang tersimpan didalamnya dan tampak berkilauan.
Mereka pun tertarik dengan bubuk yang tampak memikat itu, bahkan beberapa orang diantaranya memegang dan memeriksa bubuk yang belakangan diketahui sebagai cesium 137.
Leide Ferreira yang berusia 6 tahun dan merupakan anak perempuan dari pemiliki pabrik itu bahkan mengoleskan bubuk tersebut pada kulitnya.
Ia kemudian langsung mengkonsumsi sepotong roti, dan tidak menyadari bahwa tangannya telah terkontaminasi zat tersebut.
Secara tidak sadar, ia memasukkan partikel mematikan itu ke dalam mulut hingga masuk ke bagian perut.
Dokter yang menanganinya mengatakan bahwa Leide adalah satu dari beberapa orang yang bisa dipastikan tidak akan bertahan.
Sementara itu, dokter militer yang ikut dilibatkan dalam perawatan tersebut menyampaikan bahwa beberapa pasien mungkin terpapar dua kali lipat radiasi, ini cukup mampu untuk menewaskan orang dewasa.
Gejala rambut rontok dan luka bakar pun turut dirasakan enam korban terparah.
Dokter menunjukkan bahwa mereka mengalami beberapa gejala mulai dari rontoknya rambut, kulit yang terbakar, diare serta muntah.
Dua dokter asal Amerika yang memiliki keahlian dalam darurat radiasi, serta seorang dokter dari Soviet yang pernah merawat pasien Chernobyl pun turut dilibatkan dalam penanganan pasien tersebut.
Di Goiania, aparat setempat mengatakan sekitar 4.000 orang telah dilakukan pengujian radiasi, dan semuanya menunjukkan tingkat kontaminasi rendah.
Perlu diketahui, artikel media cetak milik The New York Times ini telah dibuat versi digitalnya, sebelum dimulainya publikasi online pada 1996.