TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Teknologi (LBT) Prasetyo Sunaryo menyatakan, lahirnya UU 11/2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas IPTEK) harus benar-benar bisa integrasi dari kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi antar lembaga riset yang saat ini ada.
Prasetyo mengatakan, UU tersebut mengamanatkan pembentukan lembaga dengan sebutan badan riset dan inovasi nasional (menjadi BRIN), sesuai isi pasal 48 UU tersebut.
“Untuk itu harus jelas benar apa peran, misi Lembaga baru tersebut ditengah-tengah keberadaan lembaga IPTEK yang telah ada. Badan tersebut mendapat amanat melaksanakan integrasi dari kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta Invensi dan Inovasi,” ujar Prasetyo dalam keterangan pers tertulisnya kepada Tribunnews, Minggu, 12 April 2020.
Prasetyo menegaskan, inovasi merupakan produk paling hilir dari kegiatan Iptek, maka tugas BRIN adalah melakukan proses hilirisasi produk IPTEK, yang diawali dengan penyusunan rencana induk IPTEK.
Karena inovasi tersebut berada di hilir, maka proses hulu IPTEK masih harus tetap dilaksanakan oleh Lembaga Iptek yang telah ada seperti LIPI, LAPAN, BPPT, Batan dan lain-laian.
Baca: Gara-gara Pasien Berbohong, 76 Staf Medis RSUD Purwodadi Harus Jalani Rapid Test
"Fungsi BRIN bukan untuk mengggabungan lembaga-lembaga IPTEK yang telah ada," tegasnya.
Dia menambahkan, pada hakekatnya Inovasi hanya bisa terwujud bila didukung oleh pilar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dilahirkan oleh SDM Iptek.
Baca: Kisah Jenazah Dokter Dimakamkan Tanpa Menggunakan Peti di TPU Padurenan Bekasi
Pilar-pilar tersebut sudah ada dengan lengkap. Jadi konteks integrasi disini oleh BRIN adalah, bahwa BRIN membuat rencana induk Iptek untuk akhirnya bisa menghasilkan inovasi sebagai rancangan pencapaian solusi permasalahan nasional.
Baca: Kemarin Dilarang, Kini Ojol Boleh Angkut Penumpang di Wilayah PSBB dengan Protokol Kesehatan
Selanjutnya, berdasarkan rencana induk, pelaksanaannya adalah oleh Lembaga Iptek yang sudah ada sesuai dengan Tupoksi masing-masing lembaga.
"Jadi di sini tugas BRIN adalah mendistribusi pelaksanaan program yang tercantum dalam rencana Induk ke masing-masing Lembaga Iptek yang sudah ada dan bukan melebur Lembaga Iptek yang ada menjadi BRIN,” ujar Prasetyo Sunaryo.
Prasetyo menilai, dalam menyusun rencana induk saja sudah cukup berat, dan ini akan dilaksanakan oleh BRIN yang pembuatannya bisa saja dilakukan oleh gabungan peneliti dan perekayasa senior, praktisi Iptek, pengamat Iptek dan para pegiat eknonomi berbasis Iptek.
Dia menegaskan, keberadaan BRIN bukan menghilangkan atau melebur lembaga-lembaga Iptek yang sudah ada. Karena, hal tersebut justru berisiko membawa kerugian pada masa mendatang.
"Jadi BRIN menjalankan fungsi atau paradigma energizing dan synergizing Lembaga Iptek yang sudah ada dan bukan melakukan restructuring," kata dia.
“Mestinya keberadaan institusi Iptek yang sudah ada saja yang perlu dioptimalisasikan atau lebih diberdayakan guna mendukung kebijakan nasional Iptek yang tertuang dalam rencana Induk,” jelas Prasetyo.
Dia menegaskan, idealnya, peran masing-masing lembaga yang ada sekarang seperti apa adanya dan selanjutnya diintegrasikan program-programnya oleh BRIN dengan merujuk pada rencana induk Iptek.
Pada ujung hilirnya akan menghasilkan inovasi yang siap untuk diproduksi secara massal oleh sistim produksi nasional.
"Yang paling utama diperlukan negara dalam membangun memang benar adalah inovasi dan itu merupakan ujung paling hilir dari aktivitas Iptek, untuk itu bagian hulu aktifitas Iptek yang sudah ada harus diperlakukan sebagai asset nasional yang telah tersedia," tegas Prasetyo.