TRIBUNNEWS.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan adanya cuaca ekstrem yang akan terjadi di Indonesia sepekan ke depan.
Beberapa wilayah diprediksi mengalami hujan lebat dan angin kencang.
Sejumlah wilayah lainnya juga dikabarkan mengalami gelombang tinggi pada 13-20 September 2021.
Dalam laman resminya, BMKG mengidentifikasi adanya peningkatan aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Rossby Ekuatorial.
Selain BMKG, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) juga menginformasikan hal yang sama dalam laman resmi lapan.go.id, menyebutkan tentang analisis datangnya gelombang Kelvin di laut dan atmosfer yang mengalami penguatan pada Agustus hingga Desember 2021.
Fenomena itu mendorong pergerakan zonal sel konveksi dari wilayah Indonesia bagian barat ke timur
"Pada November 2021-Januari 2022, probabilitas hujan ekstrem terjadi di barat Indonesia, yakni di Sumatera dan Jawa," ujar Erma Yulihastin, peneliti di Pusat Sains dan Teknologi Antariksa Lapan.
"Kondisi basah ini diprediksi akan menetap hingga November 2021 yang didukung oleh prediksi pembentukan La Nina kembali," lanjutnya.
Baca juga: Peringatan Dini BMKG Selasa, 14 September 2021: Waspada 29 Wilayah Berpotensi Hujan Lebat
Pengertian Gelombang Kelvin
Dikutip dari britannica, gelombang Kelvin adalah gelombang laut yang sangat panjang yang merambat ke arah timur menuju daerah dengan zonal dan geopotensial atau suatu garis pantai.
Peristiwa itu menyebabkan lapisan laut bagian atas air yang relatif hangat mulai menebal, sehingga permukaan laut naik.
Pemicu Gelombang Kelvin:
Gelombang Kelvin dipicu oleh perubahan alam yang tiba-tiba pada medan angin di atas laut.
Lingkungan alam tempat terjadinya gelombang ini mengalami aktivitas badai tropis yang luar biasa intens dari langit Indonesia.
Kemudian, bergerak dari Garis Tengah Khatulistiwa ke arah barat Pasifik khatulistiwa.
Gelombang ini bergerak melalui daerah yang memiliki parameter Coriolis bervariasi, serta memiliki intensitas gelombang yang tetap konstan.
Amplitudo gelombang yang bervariasi dapat meningkat ketika gelombang Kelvin bergerak ke perairan dangkal di sekitar pesisir pantai.
Gelombang Kelvin juga dapat dipicu oleh gelombang badai yang didifraksi oleh garis pantai yang tidak teratur.
Selain itu, tekanan angin pantai yang bervariasi dan gradien tekanan atmosfer juga dapat menyebabkan gelombang Kelvin samudera.
Waktu terjadinya gelombang ini adalah saat menjelang akhir tahun sebelum peristiwa El Nino.
Gelombang Kelvin membutuhkan waktu 2-3 bulan untuk melintasi daerah Pasifik tropis.
Baca juga: BREAKING NEWS: BMKG Rilis Peringatan Banjir dan Tanah Longsor di Pulau Jawa
Berikut ini jenis gelombang Kelvin, dikutip dari bmkg.go.id:
1. Coastal
Gelombang Kelvin coastal menjalar di sekitar belahan bumi utara berlawanan arah jarum jam menggunakan garis pantai sebagai pandu gelombang.
Gelombang ini, khususnya gelombang permukaan bergerak sangat cepat, biasanya dengan kecepatan sekitar ~2,8 m/s, atau sekitar 250 km dalam satu hari.
Satu gelombang Kelvin memerlukan sekitar 2 bulan untuk menyeberangi samudera pasifik dari Papua Nugini menuju Amerika Selatan
2. Equatorial
Gelombang Kelvin equatorial (Gelombang Kelvin Khatulistiwa) adalah gelombang fluida geofisika.
Gelombang ini memiliki skala temporal dan berada di dekat Khatulistiwa.
Menurut sciencedirect.com, kumpulan gelombang Kelvin Equatorial menyebar ke arah zonal dan vertikal.
Jenis gelombang ini ada di dalam selubung gelombang yang bergerak di samudera.
Gelombang Kelvin Equatorial menyebabkan osilasi dalam tekanan, suhu, dan angin.
Besarnya osilasi tersebut dapat mempengaruhi cuaca di sekitar tempat terjadinya gelombang hingga ke daerah lain dengan skala besar.
Baca juga: Info Gelombang Tinggi Selasa, 14 September 2021: Waspada di Samudra Hindia Barat Sumatra Capai 4 M
Simak fase Gelombang Kelvin, dikutip dari sciencedirect.com, berikut ini:
1. Fase Downwelling
Fase downwelling adalah fase turunnya air permukaan laut ke lapisan yang lebih dalam.
Fase ini diawali dengan pergerakan angin yang bertiup dari timur ke barat melalui Samudera Pasifik.
Pergerakan itu menumpuk udara hangat di Samudera Pasifik barat.
Angin ini akan melemah dan mengalir ke arah timur melalui permukaan air di Samudera Pasifik.
Lapisan angin yang hangat ini kemudian mendorong termoklin (batas antara lapisan angin yang hangat dengan permukaan air laut yang lebih dingin) ke area bawah samudera, sehingga disebut fase downwelling.
Hal ini mengakibatkan suhu permukaan air menjadi lebih tinggi dari suhu rata-rata air laut.
Kemudian, suhu permukaan yang hangat ini mengawali peristiwa El-Nino.
2. Fase Upwelling
Fase upwelling adalah fase naiknya air dingin dari lapisan dalam ke permukaan laut.
Peristiwa ini terjadi ketika air laut yang lebih dingin dan terkomklin muncul ke permukaan laut secara bersamaan.
Kemudian, suhu di permukaan laut ini menjadi di bawah rata-rata.
Pergerakan itu memungkinkan terjadinya El Nino karena perubahan suhu di bawah permukaan air laut tidak selalu sama dan terkadang berlawanan.
Namun, fase downwelling yang membentuk gelombang besar bukan penentu terjadinya fase upwelling yang besar pula.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)