“Pendekatan pengurangan bahaya pada saat itu hanya difokuskan dalam pengendalian konsumsi rokok,” kata Marewa.
Namun, lanjut Marewa, semenjak produk tembakau alternatif diperkenalkan pada 2015 lalu, prevalensi merokok di Selandia Baru menurun drastis. Pada 2020, persentase prevalensi merokok mencapai 10,9%, dan terus turun menjadi 9,4% di tahun berikutnya.
Baca juga: Target Cukai Naik Dinilai Akan Timbulkan Lonjakan Pengganguran di Industri Rokok
Penurunan tersebut juga dipengaruhi kebijakan Pemerintah Selandia Baru yang melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Lingkungan Bebas Asap dan Produk Teregulasi pada 11 November 2020 lalu. Amandemen tersebut mencakup poin tentang produk tembakau alternatif.
Berkat amandemen tersebut, Pemerintah Selandia Baru memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa rokok elektrik atau vape dan produk tembakau alternatif lainnya seperti produk tembakau yang dipanaskan dapat dijadikan pilihan bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti dari kebiasaannya.
Ketentuan baru tersebut juga mencakup larangan menjual produk tembakau alternatif kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun.
“Perdana menteri dan menteri kesehatan telah membuat pernyataan publik untuk mendorong perokok dewasa beralih ke produk tembakau alternatif,” ujar Marewa.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Profesor dari Fakultas Hukum dan Ketua Dewan Penasihat Pusat Hukum, Kebijakan, dan Etika Kesehatan di Universitas Ottawa David Sweanor menambahkan Selandia Baru sudah membuktikan bahwa produk tembakau alternatif mampu menurunkan angka perokok.
“Kita bisa menyaksikan bahwa tingkat merokok mengalami penurunan. Ini kisah sukses yang luar biasa,” ucapnya. (Kontan/Yudho Winarto)