Meski ketinggian debu vulkanik mencapai lebih dari sepuluh kilometer, Air Nav Indonesia menyatakan hal tersebut tidak mengganggu jalur penerbangan.
Baca: BMKG Keluarkan Peringatan Soal Kondisi Gunung Anak Krakatau, Warga Terdekat Dengar Suara Menggelegar
“Sesuai NOTAM Nomor A5446/18 yang diterbitkan pada Kamis siang ini, ada 7 jalur penerbangan yang terdampak. Penutupan dan Pengalihan jalur penerbangan dilakukan di wilayah yang terdampak sebaran debu vulkanik Gunung Krakatau,” ujar Corporate Secretary AirNav Indonesia, Didiet KS Radityo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/12/2018), seperti dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Naiknya status Gunung Anak Krakatau juga tak membuat jadwal penerbangan dibatalkan.
“Berdasarkan catatan yang dapat kami himpun sejauh ini, bandara-bandara terdekat seperti Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Raden Inten II Lampung tidak terdampak debu vulkanik dari Gunung Krakatau karena berjarak 28 Nautical Mile (NM) dengan batas luar area semburan debu vulkanik Gunung Krakatau,” tutur Didiet.
Aktivitas Gunung Anak Krakatau yang semakin meningkat sejak 22 Desember 2018 lalu membuat banyak orang khawatir.
Mengingat pada 1883 Gunung Krakatau meletus dahsyat hingga menyebabkan tsunami dan perubahan cuaca selama lima tahun setelahnya.
Namun, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, Gunung Anak Krakatau tidak akan meletus sebesar 1883 silam.
Pasalnya saat itu ada tiga gunung yang meletus secara bersamaan di Selat Sunda, yaitu Gunung Rakata, Gunung Danan, dan Gunung Perbuwatan.
Baca: Gunung Anak Krakatau Berstatus Waspada, Yuk Kenali 4 Level Aktivitas Gunung Berapi
"Gunung Anak Krakatau (magma) dapurnya tidak akan besar seperti sana (ketiga gunung terdahulu)," kata Sutopo di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (25/12/2018).
"Banyak para ahli mengatakan, untuk terjadi letusan yang besar masih diperlukan sekitar 500 tahun lagi ke depan," sambungnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)