TRIBUNNEWS.COM - Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Buni Yani dibawa ke Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jumat (1/2/2019) sekitar pukul 20.15 WIB.
Saat keluar dari Kejari Depok, Buni Yani mengacungkan dua jari tangan.
Buni Yani mengatakan, pihaknya akan melakukan peninjauan kembali (PK) luar biasa.
"Ya kami akan melakukan peninjauan kembali," ucap Buni Yani di Kejari Depok, Jumat (1/2/2019), seperti dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Baca: Buni Yani Umbar Senyum Tiba di Kejaksaan Negeri Depok
Buni Yani merasa tidak melakukan pelanggaran yang tidak dituduhkan olehnya terkait pengeditan video.
"Tidak, bukan saya yang lakukan saya sumpah demi Allah," ucap Buni.
Sebelumnya, Buni Yani sempat datangi kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (1/2/2019).
Buni Yani yang ditemani kuasa hukumnya Aldwin Rahardian menemui pimpinan DPR di Gedung Nusantara III.
Baca: Kejari Depok Tolak Penangguhan Penahanan, Buni Yani Segera Ditahan
Buni Yani diterima oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon.
Dikutip dari Tribunnews.com, dalam kesempatan itu, Buni Yani menceritakan proses hukum yang dijalaninya.
Mulai dari pemerikaan di Kepolisian hingga upaya kasasi di Pengadilan Tinggi.
"Saya sekalipun tak pernah mangkir ikuti semua proses itu karena ingin jaga nama baik kita. Selama pemeriksaan memang ini amat banyak hal-hal yang janggal," kata Buni.
Baca: Merasa Ada Kejanggalan atas Pasal yang Menjeratnya, Buni Yani Datang ke DPR
Hal yang janggal tersebut yakni dirinya dilaporkan kepolisian dengan tudingan melakukan pencemaran nama baik kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sesuai pasal 27 ayat 3 UU TE.
Namun, saat diperiksa di kepolisian menggunakan pasal 28 ayat 2, yakni melakukan dan menyebarkan ujaran kebencian.
Kemudian, Buni Yani didakwa oleh Jaksa menggunakan pasal alternatif yakni pasal 28 ayat 2 dan 32 ayat 1 ayat elektronik.
Pasal 32 yakni mengurangi atau menambah transaksi elektronik.
Baca: Buni Yani: Jangankan Masuk Penjara, Saya Berani Mati
"Pasal alternatif berarti Jaksa engga yakin dengan saya punya salah dimana. Sehingga dia sodorkan dua pasal, dua ayat ke hakim," ujar Buni Yani.
"'Pak hakim tolong bantu kami, ini ada dua pasal, tolong Buni salah yang mana, pasal 28 ayat 2 dan 32 ayat 1'. Kalau jaksa sendiri tak yakin salah saya dimana. Artinya dia sendiri bingung. Ini hal-hal perlu kita kritisi dalam proses persidangan di bandung," kata Buni.
"Akhirnya Jaksa dengan yakin tuntut saya dengan pasal 32 ayat 1. Dia drop hilangkan pasal 28 ayat 2. Dia enggak bisa buktikan saya melakukan ujaran kebencian pasal 28 ayat 2 sehingga dia pakai 32 ayat 1. pasal 32 ayat 1. Saya belum diperiksa. Kami dianggap bodoh sama jaksa dan hakim. Saya dituntut pasal 32 ayat 1, waktu vonis betul kata hakim saya secara sah dan meyakinkan melanggar 32 ayat 1 yang tak pernah saya lakukan, jadi Saya menolak sehingga saya banding dan kasasi dan kalah terus," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Whiesa)