Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Gunung Sumbing merupakan gunung kedua tertinggi di Jawa Tengah setelah Gunung Slamet.
Secara administratif, Gunung Sumbing berada di tiga kabupaten, yaitu Magelang, Temanggung, dan Wonosobo.
Berhadapan dengan Gunung Sindoro, gunung dengan ketinggian 3.371 mdpl ini menawarkan sensasi lautan awan serta pesona lain yang sulit dilupakan.
Di balik pesona dan keindahannya, Gunung Sumbing terkenal dengan jalur pendakian yang menguji fisik serta mental.
Ada beberapa jalur yang bisa dilewati para pendaki dengan yang paling populer dan umum untuk dilewati adalah via Desa Garung, Wonosobo.
Baca: Cerita Gadis 26 Tahun yang Berlibur di Pegunungan Alpen Namun Berubah Jadi Malapetaka
Namun, bila ingin menikmati jalur yang lebih sepi dan punya banyak 'bonus,' Anda bisa menjajal jalur Desa Butuh, Kecamatan Kaliangkrik, Magelang.
Beberapa waktu lalu, Tribunnews.com sempat menjajal syahdunya jalur pendakian Gunung Sumbing via Desa Butuh.
Untuk mencapai Desa Butuh, kami terlebih dahulu menuju Terminal Tidar Magelang lantas menumpang kendaraan milik warga Desa Butuh yang telah dihubungi sebelumnya.
Sulitnya akses angkutan umum untuk menuju Desa Butuh menjadi alasan kenapa menggunakan kendaraan milik warga, selain untuk menghemat waktu.
Butuh waktu sekitar satu jam untuk sampai di salah satu desa terakhir di lereng Gunung Sumbing tersebut.
Sesampainya di Desa Butuh, kami langsung 'diuji' dengan jalan desa yang cukup menanjak dan harus ditempuh dengan jalan kaki.
Hitung-hitung sekalian pemanasan, pikir kami saat itu.
Sepanjang jalan menuju basecamp, tak henti-hentinya warga menyambut kami dengan senyuman, keramahan, dengan sapan monggo (silakan, red) atau sekadar bertanya, 'mau muncak (mendaki, red)?'
Tak lama kemudian, kami sampai di basecamp dan disambut Kepala Dusun (Kadus) Butuh, Lilik yang mempersilakan kami beristirahat di rumahnya.
Baca: Viral Video Puncak Gunung Galunggung Keluarkan Air Deras, Begini Penjelasan BPBD Tasikmalaya
Ya, Lilik menjadikan rumahnya sebagai basecamp atau titik mula bagi mereka yang ingin mendaki Gunung Sumbing.
Kami pun rehat sejenak di basecamp untuk sarapan serta kembali menata ulang perlengkapan yang hendak dibawa.
Setelah semuanya siap, kami meminta izin untuk berangkat mendaki sekitar pukul 10.30 WIB.
Kami juga membayar retribusi Rp 10 ribu per orang dan mendapat sedikit pembekalan dari Lilik tentang jalur yang akan dilewati.
Saat menanyakan adakah peta jalur pendakian, Lilik meminta kami memfoto gambar peta yang tertempel di depan pintu.
"Semula, kami membuat peta kertas untuk pendaki, tapi karena malah bikin sampah," ujarnya.
Trek pertama yang kami lalui untuk sampai ke Pos 1 adalah jalur batu yang ditata alias makadam dan bersisian dengan ladang milik warga.
Jarak yang akan ditempuh dari basecamp hingga Pos 1 yaitu 1,6 Km dengan ketinggian sekitar 200 meter.
Lagi-lagi keramahan warga menyambut dan menjadi semangat kami untuk menyelesaikan jalur pendakian awal yang langsung menguras fisik.
Tak terhitung berapa kali kami harus berhenti, mengatur ritme, dan napas atau sekadar meluruskan kaki.
Hingga tibalah kami di ujian pertama yaitu anak tangga dari batu yang dijuluki Tanjakan PHP.
Disebut demikian, karena setelah tanjakan pertama, masih ada tanjakan lain yang menanti hingga tiba di Pos 1.
Dengan ritme jalan yang begitu santai, kami tiba di Pos 1 dalam waktu 1,5 jam.
Kami beristirahat sejenak, memakan camilan, sebelum kembali melanjutkan perjalanan sejauh 1,3 Km dengan elevasi sekitar 200 meter.
Di depan mata, anak tangga dari batu sudah menyambut kami, menunggu untuk didaki.
Lagi-lagi kami kewalahan menaklukkan jalur tersebut dan membuat harus lebih sering berhenti di jalur pendakian yang sudah memasuki kawasan hutan pinus.
Selesai dengan anak tangga batu, kami disambut dengan jalur menanjak berupa akar-akar pepohonan di sekitar kawasan hutan.
Angin semilir khas hutan pinus serta senandung-senandung kecil menjadi teman perjalanan.
Sesekali mendongak untuk melihat seberapa jauh lagi untuk sampai di Pos 2 dan ternyata cukup masih jauh.
Baca: Pengembangan Wisata di Area Geopark Gunungsewu Gunungkidul Alami Kesulitan, Ini Kendalanya
Tak terasa, hutan pohon pinus yang begitu rapat, mulai tersibak dan berganti dengan beberapa pohon mati yang menjadi tanda, sebentar lagi Pos 2.
Benar saja, setelah sekian lama berjalan, Tribunnews.com berhasil mencapai Pos 2 dalam waktu 1,5 jam.
Melihat kabut yang pelan-pelan turun, kami hanya beristirahat sebentar di Pos 2 dan melanjutkan perjalanan menuju Pos 3.
Jarak yang akan kami tempuh sekitar 1,6 Km dengan elevasi sekitar 200 meter.
Berbeda dari jalur sebelumnya, trek menuju Pos 3 merupakan jalur tanah dan lebih landai, tapi tetap harus berhati-hati.
Selain sempit, jalur pendakian Pos 2 ke Pos 3 Gunung Sumbing via Butuh 'mlipir' di pinggir punggung bukit sehingga bersisian langsung dengan jurang di sebelah kanan.
Di balik jalur yang menuntut kewaspadaan, trek pendakian menuju Pos 3 memiliki bonus yang memanjakan mata, yaitu banyaknya aliran sungai.
Keberadaan sungai tersebut sekaligus menjadi sumber mata air bagi pendaki karena masih sangat alami dan bersih.
Meski demikian, pendaki tetap harus berhati-hati kala menyeberangi sungai-sungai tersebut, terlebih saat musim hujan seperti sekarang.
Sebab, bukan tidak mungkin, debit aliran sungai membesar hingga menutup bebatuan yang bisa menjadi pijakan untuk melangkah.
Setelah berjalan selama 1,5 jam, akhirnya Tribunnews berhasil mencapai camp area di Pos 3.
Menimbang kondisi cuaca dan fisik masing-masing personel, kami pun memutuskan untuk berkemah di Pos 3.
Camp area Pos 3 ada di dua lokasi yang berdekatan dan mampu menampung puluhan tenda serta ada mata air!
Saat itu, hanya kamilah yang baru sampai di Pos 3 dan langsung mendirikan tenda sebelum hujan mengguyur.
Beruntung, tak lama tenda berdiri, hujan turun dengan derasnya disertai badai dan petir dari sore hingga malam.
Setelah mengisi perut, kami pun jatuh tertidur di pelukan tanah Gunung Sumbing, berteman dengan badai khas Gunung Sumbing yang terkenal ganas.
Keesokan harinya, Matahari masih begitu malu untuk menampakkan diri ditambah dengan kabut yang terus turun.
Kondisi cuaca ini sempat membuat Tribunnews ragu untuk melanjutkan perjalanan ke puncak.
Seorang kawan pun meminta agar menunggu hingga pukul 07.00 WIB.
Bila cuaca tak kunjung membaik, lebih baik turun.
Bak gayung bersambut, kabut perlahan-lahan menghilang, berganti sinar Matahari yang menuntun Tribunnews menuju jalur puncak Gunung Sumbing.
Setelah Pos 3 terdapat tebing bebatuan yang cukup curam dan langsung bersisian dengan jurang.
Artinya, salah menepakkan kaki di pijakan tipis tebing bisa berakhir dengan tergelincir di jurang.
Kami pun berkonsentrasi penuh melewati jalur ini, satu per satu, meski dalam hati, jantung terus berdegup kencang.
Setelah itu, kami kembali menyeberangi sungai untuk melanjutkan perjalanan menuju Pos 4 sejauh 1,5 Km.
Jalur menuju Pos 4 berupa trek tanah dengan banyak tanjakan yang cukup curam.
Tak ayal, tangan lebih sering digunakan untuk membantu menyeret tubuh.
Sama seperti tiga pos sebelumnya, rasanya tak habis-habis menelusuri jalur pendakian menuju Pos 4.
Setelah menjejakkan kaki di satu punggung bukit, kembali dihadapkan bukit lain lagi, seperti itu terus hingga tak terasa kaki sudah berada di Pos 4.
Pos 4 yang berada di ketinggian 2.983 mdpl ditandai dengan satu-satunya pohon yang kokoh berdiri walau kerap dihantam badai ganas khas Gunung Sumbing.
Pos 4 juga menjadi area terakhir bagi pendaki untuk mendirikan tenda lantaran lahannya yang cukup luas serta memiliki view hamparan lautan awan.
Tak lama meluruskan kaki, seorang rekan mengajak Tribunnews.com untuk kembali mendaki menuju Puncak Gunung Sumbing yang begitu dekat di mata, tapi jauh di kaki.
Kali ini, jarak yang akan ditempuh sekitar 1,2 Km dengan elevasi sekitar 388 meter.
Jalur menuju puncak Gunung Sumbing berupa trek tanah bercampur pasir dengan tanjakan yang lagi-lagi sangat menguras tenaga.
Berbeda dari trek sebelumnya yang lebih banyak mlipir di punggungan bukit, jalur yang dilalui, tegak lurus langsung menuju puncak.
Baru menjejakkan 10 langkah, kaki meminta break sembari sesekali beristirahat di bawah pohon.
Ingin rasanya berhenti, sampai di sini, tapi Puncak Gunung Sumbing yang gagah seakan mengajak kami untuk menikmati keindahannya.
Hingga akhirnya, kami memantapkan langkah dan niat untuk mendaki hingga puncak, apalagi saat itu, cuaca sedang cerah-cerahnya.
Jelang Puncak Gunung Sumbing, terdapat percabangan yang akan mengarahkan pendaki ke puncak atau kawah.
Sesuai dengan niat, Tribunnews.com memilih jalur menuju ke puncak dan melewati baru besar terakhir yang membawa kami ke puncak.
Sebelum sampai, kembali ada percabangan yang keduanya juga sama-sama mengarah ke puncak Gunung Sumbing.
Ya, tak seperti gunung lain yang memiliki satu puncak, Gunung Sumbing memiliki beberapa puncak yang mengelilingi bagian kawah dan bisa ditempuh dari berbagai jalur.
Bila naik Desa Butuh, Desa Mangli, dan Desa Adipura, Kecamatan Kaliangkrik, ada dua puncak Gunung Sumbing, yaitu Puncak Sejati dan Puncak Selo Konten.
Jarak antara kedua puncak ini sebenarnya sangat dekat, tapi menimbang waktu dan kemudahan akses, kami memilih untuk mencapai Puncak Selo Konten saja.
Ketinggian kedua puncak Gunung Sumbing tersebut juga tak jauh berbeda dan sama-sama menawarkan lanskap menawan.
Yang sudah pasti, kawah Gunung Sumbing berupa kawasan sabana bernama Segoro Banjaran yang berada di bawah.
Lantas panorama gunung di Jawa Tengah, meliputi Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, hingga Lawu yang nun jauh di sana.
Jangan lupa juga panorama Magelang serta beberapa wilayah di sekitarnya yang begitu memanjakan mata.
Dengan pemandangan ala 360 derajat, pendaki bisa melihat semua keindahan ini hanya dengan memutar badan.
Syukur pun kami panjatkan sebab akhirnya bisa menapakkan di tanah tertinggi ketiga di Pulau Jawa.
Cuaca Gunung Sumbing yang cepat berubah membuat kami enggan berlama-lama di puncak.
Sebentar cerah, tak lama kemudian kabut turun, demikian yang kami alami sepanjang hari kemarin hingga perjalanan menuju puncak.
Setelah meluruskan kaki, makan camilan yang telah dibawa, dan berfoto, Tribunnews.com memutuskan turun.
Benar, setengah jam tak lama setelah turun dari puncak, kabut yang membawa air mulai menutup sebagian wilayah dan tak lama kemudian, berganti dengan hujan.
Hujan terus mengguyur hingga kami turun dan berhasil kembali ke basecamp Desa Butuh dengan selamat, tak kurang suatu apapun. (*)