"Bukan (arahan), beliau ibaratnya menyampaikan informasi dari ketua PTUN Jakarta," kata dia, dikutip dari Kompas.com.
Menurut Hasyim, surat dari Istana dapat sampai ke KPU melalui beberapa proses.
Awalnya, Ketua PTUN mengirim surat kepada Presiden, menyampaikan putusannya yang tertuang dalam surat Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.
Ketua PTUN juga menyampaikan sikap KPU yang menolak menjalankan putusan mereka.
Kepada Presiden, Ketua PTUN meminta supaya menyampaikan permintaan PTUN kepada KPU.
Lantas, atas nama Presiden, melalui Mensesneg, Istana mengirim surat.
"Dan sudah dijawab (KPU). Kami sampaikan dalam hal situasi ini, perkara ini ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan seperti ini," ujar Hasyim.
KPU berpegang pada putusan MK nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.
Putusan PTUN soal OSO Hasyim mengatakan, jika tak menjalankan putusan MK itu, KPU bisa disebut melakukan pembangkangan terhadap konstitusi.
Hasyim mengatakan, penolakan terhadap permintaan Setneg ini tak ada hubungannya dengan surat suara yang sudah dicetak.
"Bukan masalah itu (surat suara). Yang masalah putusan MK," kata dia.
Tak hanya itu, Hasyim menegaskan, KPU bukan anak buah Presiden.
"Seperti yang sudah saya sampaikan KPU bukan anak buahnya Presiden dan DPR," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Kompas.com/Ihsanuddin/Fitria Chusna Farisa)