Mahfud MD menyebut, tindakan Presiden Jokowi yang mengirim surat ke KPU terkait Oesman Sapta Odang (OSO) tidak salah dan bukan bentuk intervensi.
TRIBUNNEWS.COM - Mahfud MD ikut berkomentar terkait tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengirimkan surat ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam surat itu, KPU diminta agar Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) bisa mencalonkan diri sebagai calon anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) periode 2019-2024.
Surat yang diteken oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno tersebut sudah dikirim sejak 22 Maret lalu, tapi baru beredar pada Kamis (4/4/2019).
Dalam surat itu, Pratikno yang mengaku diperintah Presiden Jokowi meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.
Baca: Terkait Kiriman Surat Istana ke KPU soal OSO, Pratikno: Sama Sekali Tak Ada Intervensi
Baca: Soal Kasus Pencalegan OSO, KPU: Siapa Sebenarnya yang Jadi Pembangkang Konstitusi?
Baca: Istana Hargai Sikap KPU yang Tetap Tolak OSO Jadi Caleg DPD
Putusan PTUN itu membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.
"Sehubungan dengan hal tersebut, dan berdasarkan arahan Bapak Presiden, maka kami sampaikan surat Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimaksud beserta copy Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Saudara untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Pratikno dalam suratnya.
Sementara itu, Pratikno menegaskan, suratnya kepada KPU bukan merupakan bentuk intervensi.
Pratikno mengaku hanya menjalankan prosedur.
"Ini prosedur normatif yang biasa kami lakukan," kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Pratikno menjelaskan, surat tersebut ia buat karena sebelumnya ada surat dari Ketua PTUN Jakarta kepada Presiden Jokowi dengan Nomor W2.TUN1.704/HK/III/2019 tanggal 4 Maret 2019.
Dalam surat itu, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Ketua PTUN Jakarta menyampaikan permohonan agar Presiden memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusannya.
Baca: Fahri Hamzah: Surat Permintaan Jokowi ke KPU Agar Sahkan OSO Jadi Caleg DPD Itu Konyol
Baca: Istana Bantah Minta KPU Masukkan OSO ke Daftar Calon Anggota DPD
Surat permohonan ini disampaikan merujuk Pasal 116 UU 51 tahun 2009 tentang PTUN.
Menurut Pratikno, ia hanya menindaklanjuti surat yang dikirim PTUN kepada Presiden.
"Jadi intinya setiap kali ada surat ketua PTUN, Mensesneg atas nama Presiden itu mengirim surat kepada pihak yang diwajibkan oleh PTUN untuk menindaklanjuti. Itu selalu begitu," ujar Pratikno.
"Surat Mensesneg kepada KPU itu bukan yang pertama itu sudah beberapa kali, sebagai tindaklanjut dari permohonan dari ketua PTUN," kata dia.
Kendati demikian, Presiden dan pihak istana menyerahkan kembali ke KPU untuk mengambil keputusan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Terserah lah KPU gimana, kan KPU punya landasan hukum untuk menindaklanjutinya."
"Makanya kami merujuknya kan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ucap dia.
Oleh karena itu, Pratikno menegaskan, surat tersebut bukan bentuk intervensi terhadap kerja penyelenggara pemilu.
"Enggak, enggak. Kami paham betul bahwa KPU lembaga independen," ujar Pratikno.
Tindakan Jokowi itu pun memancing beberapa kalangan untuk bereaksi.
Termasuk seorang netter yang meminta pendapat tindakan Presiden itu kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.
Netter itu meminta tanggapan dari ahli tata negara sekaligus pengacara OSO, Yusril Ihza Mahendra serta ahli tata negara, Mahfud MD soal surat Presiden itu.
"Bagaimana tanggapan ahli tatanegara Prof @Yusrilihza_Mhd yang juga pengacara OSO??"
"Atau ahli tatanegara Prof @mohmahfudmd soal surat Presiden ke KPU atas putusan PTUN OSO," tanyanya.
Pertanyaan ini pun langsung dibalas Mahfud MD yang menyebut, apa yang dilakukan Presiden tidak salah dan bukan sebagai bentuk intervensi.
Pasalnya, Undang-undang mengatur hal tersebut.
Meski demikian, lanjut Mahfud MD, KPU boleh menolak untuk melaksanakan surat Presiden tersebut.
Sebab, KPU juga harus melaksanakan putusan MK dan KPU yang bukan bawahan Presiden.
Baik Presiden maupun KPU, kata Mahfud MD, sama-sama benar.
"Presiden mengirim surat ke KPU utk melaksanakan putusan PTUN itu tdk salah dan bkn intervensi."
"Sebab UU memang mengatur bgt."
"Tp KPU blh menolak utk melaksanakan surat Presiden itu krn KPU jg hrs melaksanakan putusan MK dan KPU bkn bawahan Presiden."
"Presiden maupun KPU benar," tulis Mahfud MD.
Cuitan Mahfud MD tersebut menuai komentar dari netter yang bertanya apakah berita soal surat Presiden itu, tidak dipublikan.
Mahfud MD pun langsung membalas, berita tersebut dipublikasikan.
Sebagai bukti, publik paham mengenai kabar tersebut sehingga menjadi bahan diskusi di media sosial.
"Dipublikasikan juga. Buktinya publik tahu sehingfa kita bisa berdiskusi melalui medsos," ujar dia.
Hal senada juga disampaikan Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari yang mengatakan, surat dari Istana Kepresidenan bukan bentuk intervensi.
"Enggak (ada intervensi), karena ketua PTUN juga mengirmkan surat serupa ke KPU," kata Hasyim di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/4/2019).
Hasyim menilai surat dari Istana tak memuat arahan, melainkan hanya menyampaikan informasi.
"Bukan (arahan), beliau ibaratnya menyampaikan informasi dari ketua PTUN Jakarta," kata dia, dikutip dari Kompas.com.
Menurut Hasyim, surat dari Istana dapat sampai ke KPU melalui beberapa proses.
Awalnya, Ketua PTUN mengirim surat kepada Presiden, menyampaikan putusannya yang tertuang dalam surat Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT.
Ketua PTUN juga menyampaikan sikap KPU yang menolak menjalankan putusan mereka.
Kepada Presiden, Ketua PTUN meminta supaya menyampaikan permintaan PTUN kepada KPU.
Lantas, atas nama Presiden, melalui Mensesneg, Istana mengirim surat.
"Dan sudah dijawab (KPU). Kami sampaikan dalam hal situasi ini, perkara ini ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan seperti ini," ujar Hasyim.
KPU berpegang pada putusan MK nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.
Putusan PTUN soal OSO Hasyim mengatakan, jika tak menjalankan putusan MK itu, KPU bisa disebut melakukan pembangkangan terhadap konstitusi.
Hasyim mengatakan, penolakan terhadap permintaan Setneg ini tak ada hubungannya dengan surat suara yang sudah dicetak.
"Bukan masalah itu (surat suara). Yang masalah putusan MK," kata dia.
Tak hanya itu, Hasyim menegaskan, KPU bukan anak buah Presiden.
"Seperti yang sudah saya sampaikan KPU bukan anak buahnya Presiden dan DPR," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Kompas.com/Ihsanuddin/Fitria Chusna Farisa)