Laporan Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA. - Nama Todung Pandjaitan mungkin masih asing di telinga awam. Namun, ia dikenal di kalangan musisi era 1990-an. Ia adalah orang di balik produksi album solo Indra Lesmana bertajuk Tragedi.
Todung memang jarang berada di depan layar dalam industri musik Indonesia. Lagipula, sejak mengawali kariernya di dunia musik, ia tak pernah memikirkan popularitas. Meski demikian, todung ternyata tetap bisa bertahan dengan bermain musik dari kafe ke kafe.
"Dari dulu saya enggak berpikir popularitas. Saya main di kafe-kafe saja, enggak rekaman. Karena kalau rekaman ngebosenin, lagunya ya cuma begitu-begitu saja. Saya kan sudah menjalani (rekaman) sebelumnya. Jadi, enggak ada bedanya," ucapnya, ditemui di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Meski hanya main dari kafe ke kafe, Todung bukannya tanpa taji. Ia sebetulnya adalah musisi hebat. Latar belakang tak diragukan. Ia jebolan Dick Grove School of Music, Los Angeles, Amerika Serikat, pada 1989 silam. Spesialisasinya, program instruksi bass.
Dengan latar belakangnya dan pengalamannya selama main bareng dengan banyak musisi terkenal Indonesia, semisal Indra Lesmana, Hari Moekti, Nicky Astria, dan Syaharani, ia ingin membuat buku.
"Iya, saya buat buku tentang metode groove intinya sih bagaimana mengajak seseorang sistematis berpikir untuk bermusik. Bagaimana menciptakan karya agar efisien, semua diawali dari sistematis pemikiran. Kalau enggak sistematis hasilnya akan gak efisien," terang pria berusia 56 tahun tersebut.
Ia menyiapkan buku itu sejak setahun silam. Sekarang tinggal merampungkannya dengan membubuhkan kata pengantar. Namun, ia masih mencari siapa orang yang tepat untuk menulis kata pengantar dalam bukunya.
Dijadwalkan, buku itu dirilis tahun depan. Begitulah Todung. Pria gondrong itu, ingin memanfaatkan sisa hidupnya dengan memberikan kontribusi bagi kemajuan dan perkembangan musik di Indonesia.