TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuldesak yang dirilis tahun 1998 adalah film pertama sekaligus terakhir Mira Lesmana “mengabdikan” dirinya sebagai sutradara. Setelah itu ia memutuskan untuk duduk sebagai produser. Bukan apa-apa, perempuan berambut keriting ini memang merasa panggilan jiwanya menjadi produser.
Sama halnya saat ia menelurkan 10 judul film dengan genre berbeda, ada satu genre yang selalu menjadi panggilan jiwanya. Genre yang menjadi cita-citanya dan ia merasa harus mewujudkannya, yaitu film tentang silat.
Mira kecil memang doyan membaca komik-komik silat. Sang Ayah, Jack Lesmana, nggak seperti orang tua lain yang cenderung melarang anaknya membaca komik silat karena dinilai penuh kekerasan dan gambar seksi, ia malah mendukung kesukaan Mira. Pendekar Seruling Gembala, Pengemis Kusta dan Kembalinya Pengemis Kusta karangan Hengky jadi komik favorit Mira.
“Udah lama banget pengen bikin ini, genre ini di luar comfort zone. Saya itu penggemar Saur Sepuh, Star Wars saya suka sama film-film yang pakai kostum kayak gitu. Tapi saya sudah membayangkan membuat film ini nggak mudah. Dari tahun 2006 saya coba bikin naskah silat, waktu saya menawarkan banyak yang menganggap aneh. 8 tahun membuat orang percaya, membuat orang yakin. Dr 2006, baru di 2010 ada yang bilang this is good. Akhirnya saya ketemu Ifa dan dia punya passion yang sama dengan silat dan ketemu KG Studio,” terang perempuan 50 tahun ini.
Nggak sendiri, Mira kembali mengajak Riri Riza, teman duetnya di berbagai film untuk bertindak sebagai produser di film ini. Kemudian Mira juga menggaet Ifa Isfansyah sebagai sutradara.
Mewujudkan cita-citanya ini, Mira butuh dana yang nggak sedikit, mulai dari mendatangkan Xiong Xin Xin, seniman bela diri, aktor, piñata koregrafi dan sutradara laga dari Hongkong, memboyong peralatan dan kru ke Sumba, tempat lokasi film ini digarap, sampai proses pascaproduksi. Total ia menghabiskan biaya penggarapan film ini sebanyak Rp 25 Milyar.