TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak band d'Masiv menyatakan prihatin terhadap angka kematian yang tinggi pada kaum ibu muda Indonesia dalam proses persalinan. Karena itu, mereka menyampaikan petisi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendukung upaya judicial review sejumlah warga negara dan lembaga atas syarat usia minimal menikah dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang Undang Perkawinan.
"Agenda hari ini adalah kami menyerukan agar perempuan kalau bisa jangan menikah dulu kalau belum berusia matang dan siap secara mental juga fisik. Berdasarkan konvensi internasional itu kan perempuan bisa menikah kalau sudah 18 plus, tapi di undang-undang kita sekarang ini masih usia 16 plus," kata Rian Ekky Pradipta (vokal) sekaligus mewakili Dwiki Aditya Marsall (gitaris), Nurul Damar Ramadan (gitaris), Rayyi Kurniawan Iskandar Dinata (bass), dan Wahyu Piadji (drum), dalam wawancara usai bertemu langsung dengan Ketua MK, Hamdan Zoelva, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat 6, Jakarta Pusat, Selasa (23/12/2014).
"Alhamdulillah kami tadi diterima langsung oleh Pak Hamdan Zoelva dan kami langsung sampaikan petisi ini. Tapi, tadi Pak Hamdan belum bisa langsung menjawab, dia perlu waktu untuk mempelajari dulu. Yang pasti, beliau berterima kasih karena d'Masiv sudah mau memperjuangkan masalah ini," lanjutnya.
Judicial review atas syarat usia minimal untuk menikah dalam Pasal 7 ayat 1 dan 2 Undang Undang Perkawinan, menurut Rian, perlu diperjuangkan.
"Di desa-desa kebanyakan anak perempuan baru lulus SMA sudah dipaksa untuk kawin. Ini impact-nya besar sekali. Banyak sekali ibu yang meninggal saat melahirkan, itu karena mereka belum terlalu dewasa untuk melahirkan, rahim mereka belum kuat. Ini kan termasuk kekerasan juga," tekan Rian.
Karena itu, Rian bersama teman-teman segrupnya giat menjaring dukungan lewat media sosial untuk petisi tersebut.
"Petisi ini sudah ditandatangani 12.000 orang di seluruh Indonesia. Kami mendapatkan tanda tangan itu dari online di Facebook dan Twitter," terang Rian.
Rian dan rekan-rekan bandnya berharap petisi itu akan disetujui.
"Diharapkan, kalau petisi ini disetujui, ke depannya KUA (Kantor Urusan Agama) akan melihat, kalau ada pelanggaran, si pelanggar akan kena sanksi. Pelanggar tersebut tentu yang melakukan pernikahan, yaitu ada saksi, ada orangtua. Kami harapkan akan ada reaksi atas petisi yang kami ajukan," tuturnya.
Seruan itu tak lepas dari tugas baru yang diemban oleh Rian sebagai Duta Anti Kekerasan Terhadap Anak.
"Aku baru saja ditunjuk sebagai Duta Anti Kekerasan Terhadap Anak. Nah, kegiatan ini berkait dengan kepercayaan yang diberikan ke aku," terangnya lagi.