TRIBUNNEWS.COM - Baru pertama kali berjumpa dan berhadapan dengan Livi Zheng, yang lahir di Blitar, Jawa Timur, pada 3 April 1989, seperti berhadapan dengan kawan lama. Kelincahannya bertutur disertai pasnya gestur membuat wawancara menjadi seperti obrolan sehari-hari. Cair.
Karena itu, dua jam ngobrol di sebuah kafe di jantung Jakarta yang padat, Rabu (7/1) siang, berlalu tanpa jeda. Lantaran asyiknya, makanan dan minuman yang kami pesan baru benar-benar tersentuh di akhir pertemuan. Pertemuan harus diakhiri karena pertemuan lain Livi sudah terjadwal.
”Setelah ini, saya bertemu Harris Lesmana dari jaringan XXI terkait distribusi film di Indonesia. Sebelumnya, saya bertemu Lukman Sardi dan Wulan Guritno. Saya bertemu sebanyak mungkin orang terkait dunia perfilman di Indonesia,” ujar Livi.
Livi bercerita, dirinya pulang ke Indonesia dari Amerika Serikat (AS) sekaligus hendak mewujudkan mimpi-mimpi berikutnya. Tempat-tempat indah di Tanah Air yang dia cintai selalu menggodanya sebagai sutradara film di Hollywood. ”Bromo selalu ada dalam bayangan saya,” ujar gadis yang ceplas-ceplosnya khas Jawa Timur itu.
Mimpi tersebut hendak diwujudkan setelah debut filmnya sebagai sutradara berjudul Brush With Danger yang akhir 2014 lalu tayang serentak di AS mendapat sambutan luas. Premiere film ini dihadiri banyak tamu penting Hollywood, termasuk Gubernur Academy of Motion Pictures and Arts (Oscar) Don Hall.
Tidak hanya itu, film Brush With Danger yang dibintangi Livi bersama adiknya Ken Zheng, Nikita Breznikov, Norman Newkirk, Michael Blend, dan Stephanie Hilbert ini masuk daftar layak pilih untuk Academy Award Ke-87 (Oscar 2015) bersama puluhan film lain, seperti Interstellar, The Hobbit: The Battle of Five Armies, dan Transformers: Age of Extinction.
”Ada di daftar Oscar untuk film pertama yang saya sutradarai membuka banyak pintu bahkan ketika belum saya ketuk. Setiap tahun ada sekitar 50.000 judul film dan kami ada di daftar terpilih itu,” ujar Livi bengong.
Setelah daftar itu tersiar di www.oscar.org, film yang dibuat di Seattle dan Los Angeles ini diminati di banyak pasar. ”Thailand sudah deal untuk 40 provinsi dan tayang pertengahan 2015. Jepang dalam proses negosiasi,” ujar Livi yang bersiap ke Beijing untuk pembuatan film berikutnya.
Selain hendak memahami industri perfilman di Indonesia, di Tanah Air yang dia cintai, Livi mengambil beberapa adegan untuk film ketiganya. Pembuatan film kedua telah selesai dan masuk post production dengan genre action thriller.
Ditanya tentang film Indonesia yang dikenangnya, Livi langsung menyebut Ada Apa Dengan Cinta?. ”Saya tonton film itu di sekolah bersama teman-teman saat SMP di Pelita Harapan,” ujar Livi tersenyum. Livi juga menyebut film Laskar Pelangi.
Asia, perempuan, dan muda
Meskipun kini berkiprah di pusat industri perfilman dunia di Hollywood sebagai sutradara di usia muda, ternyata bukan perkara mudah bagi Livi pada awalnya. Mengawali karier di Hollywood sebagai stunt person bersertifikat dan produser, saat hendak menjadi sutradara, Livi dihadapkan pada tiga hal yang membuat pelaku industri di Hollywood mengerutkan dahi: Asia, perempuan, dan muda.
Kerutan dahi itu dihadapi Livi dengan keyakinan dan kegigihan seperti dia praktikkan dalam seni bela diri yang diajarkan ayahnya dan dicintainya sejak kecil. Karena kecintaannya pada bela diri ini, Livi berangkat ke Beijing pada usia 15 tahun bersama Ken yang berusia 9 tahun dan berlatih di Shi Cha Hai Sports School. ”Bintang laga Jet Li dulu juga berlatih di Shi Cha Hai Sports School,” kata Livi.
Tinggal di apartemen bersama adiknya, ia sekolah SMA di Western Academy of Beijing. Hidup terpisah dari orangtua mengajarkan kemandirian dan disiplin ketat. Livi juga berusaha mengoptimalkan semua potensi, termasuk bela diri yang dia cintai bersama adiknya yang mengikuti jejaknya.