News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPI Larang Orang Kesurupan Ditayangkan di TV

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah siswa memegang rekannya yang meronta-ronta karena kesurupan di SMP Negeri 9, Medan, Sumatera Utara, Selasa (30/9/2014). Belasan siswa di SMP tersebut mengalami kesurupan massal, sehingga para guru terpaksa memulangkan siswa lain sebelum jam pelajaran usai agar tidak terjadi keributan.TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), pada tahun ini akan mengeluarkan larangan untuk penayangan program bermuatan mistik ataupun supranatural di televisi.

Komisioner KPI, Sujarwanto Rahmat Muhammad Arifin, mengatakan larangan itu dikeluarkan pascamaraknya tayangan bermuatan mistik atau supranatural di televisi free to air di Indonesia.

"Orang kesurupan (ditayangkan) berjam-jam pantes ga?" ujar Rahmat dalam acara Sosialisasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang diadakan di kantor Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (21/1/2015).

Menurutnya, regulasi larangan terhadap tayangan atau program spiritual atau mistik yang akan dikeluarkan pihaknya dilandaskan oleh beberapa alasan.

Alasan pertama menurutnya adalah, pertimbangan dari aspek filosofis. "Alasannya filosofis, manusia itu makhluk mulia. Bahkan menurut ajaran agaman drajat manusia lebih tinggi dari malaikat," ucapnya.

Pertimbangan lainnya menurut Rahmat, adalah karena program dan tayangan seperti itu telah mendegradasikan peradaban bangsa Indonesia.

"Televisi itu orientasinya seharusnya meningkatkan peradaban masyarakat. Dimana sekarang sudah jamannya Twitter, Facebook kok ini balik ke kesurupan," katanya.

"Jaman gini kok diajak ke jaman dukun-dukun-an, sekarang jamannya modern, rasional," lanjutnya.

Namun ada pengecualian yang diperbolehkan oleh televisi yaitu apabila tayangan tersebut dibuat dan diperuntukan sebagai karya jurnalistik.

Menurutnya alasan kebebasan pers atau berekspresi tidak bisa menjadi alasan, bahwa tayangan-tayangan tersebut bisa ditayangkan untuk publik.

Media lanjutnya, harus menyadari, selain kebebasan pers yang dirasakan saat ini, harus diimbangi oleh tanggung jawab sosial kepada masyarakat.

"Kebebasan pers satu sisi kebebasn pers satu sisi tanggung jawab sosial. Karena menggunakan frekuensi publik. Penyiaran merupakan ranah publik, yang seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnnya bagi kepentingan publik," katanya.

KPI lanjutnya selama ini coba untuk menampung semua kebutuhan masyarakat atas siaran televisi, karena pihaknya menyadari tidak semua orang memiliki selera yang sama. "Asalkan (program dan tayangan) tidak melanggar," serunya.

Lembaga penyiaran menurutnya harus mentraformasikan masyarakat ke arah yang lebih baik. Ia pun mempersoalkan televisi dan radio di Indonesia yang masih menggunakan rating dan sharing sebagai panduan untuk membuat program acara.

"Televisi di indonesia mengikuti selera masyarakat. Televisi dan radio (seharusnya) bertugas menaikan selera masyarakat," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini