Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jika Anda dengar kata nyawer, apa yang kita bayangkan pasti biduan-biduan seronok sedang berjoget di depan laki-laki yang sedang melambai-lambaikan lembaran uang di atas panggung.
Namun bukan itu yang ada di kepala seorang profesor etnomusikolog dari Amerika Serikat bernama Jeremy Wallach.
Bagi Jeremy yang berkebangsaan Amerika Serikat ini, nyawer punya makna lebih dari itu. Nyawer justru dilihat Jeremy sebagai penyucian diri atau katarsis dalam istilahnya.
Sebagaimana yang Jeremy ungkapkan dalam wawancaranya dengan Tribunnews di Arion Swiss-Bel Hotel kemang, Jakarta Selatan.
Penelitian yang dilakukannya dalam kurun waktu 1997-2001 di Indonesia itu juga menyoroti soal fenomena nyawer.
“Saya mencurigakan waktu nyawer mereka nggak mau memeluk penyanyinya. Waktu mereka kasih duit penyanyi, wah mereka relax. Mereka nggak akan mau memeluk lagi penyanyinya setelah kasih sepuluh ribu atau lima puluh ribu kalo orang tajir ya. Itu hanya teori ya. Belum ada yang mengkontradiksinya” Ujar Jeremy serius.
Dari sana ia juga melihat ada kemiripan tingkah laku masyarakat Jakarta dengan masyarakat di Alabama dan Texas. Ia melihat bahwa musik yang dianggap rendah tidak mewakili kelas sosial pada masyarakat seperti di Jakarta, Alabama, dan Texas.
Baca: Ketika Professor Dangdut Asal Amerika Nyanyi Lagu Meggy Z
Baca: Mengapa Musik Dangdut Jadi Favorit Ibu Rumah Tangga? Profesor Asal Amerika Ini Punya Jawabannya
“Sebenarnya ya, walaupun musik dangdut tidak elit, tapi ada orang dangdut yang jadi tajir. Itu kerumitan kelas sosial di masyarakat yang ada moblitas sosial. Seperti di Amrik ya dan Indonesia ya. Di Amrik banyak orang suka musik rendah jadi milyuner. Jadi tajir. Orang kaya. Tapi mereka tetap suka musik rendah. Tidak suka musik klasik.” Ujar Jeremy serius.
Melihat fenomena nyawer, Jeremy juga menemukan bahwa Indonesia memiliki kerumitan kelas sosial yang sama dengan yang terjadi di Amerika.
“Seperti banyak dari Texas gitu, atau Alabama gitu. Mereka nggak suka sama Bethoven, mereka nggak suka sama Mozart. Nggak peduli. Banyak mereka nggak suka musik klasik. Mereka suka musik rock . Mereka suka musik country. Itu salah satu contoh kompleksitas kerumitan kelas sosial. Itu sama di Indonesia,” lanjut Jeremy.