TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena takut kawin, oleh Amanah Surga Production (ASPro), sebuah rumah produksi yang sebelumnya banyak membuat sinetron serial televisi, dibuatkan Film Takut Kawin sebagai film layar lebar perdananya.
Film ini disutradarai oleh sutradara yang sukses menggarap sinetron Islam KTP . Kali ini Syaiful Dradjad AS, mengangkat cerita dan skenario karya Alim Sudio.
Takut Kawin mengisahkan tentang sepasang kekasih, Bimo dan Lala, yang mengumumkan rencana pernikahan mereka di tengah resepsi pernikahan sahabat mereka, Rommy dan Elisa.
Sayang di tengah perjalan menuju pernikahan resmi, banyak persoalan yang dihadapi pasangan kekasih ini.
Bimo mulai melihat hal-hal yang kurang sreg di dalam hatinya, terutama sikap Lala yang terlalu mendominasi, ditambah lagi pengaruh omongan orang tentang perkawinan yang dibumbui sedemikian rupa.
Bimo meminta pernikahannya dengan Lala ditunda sampai keduanya menemui kecocokan sikap. Lala yang tersinggung dengan perkataan Bimo memutuskan untuk mengakhiri hubungan. Sementara Bimo terus ditekan oleh kedua orangtuanya agar segera menikah.
"Menurut saya film ini komplit, ada nangisnya dan ada juga ketawa. Setelah nonton film ini saya benar-benar terhibur," ujar ketua PKB, Muhaimin Iskandar usai nobar di CGV Grand Indonesia Jakarta Pusat.
Banyak sisi yang bisa dilihat dari cerita tentang perkawinan. Apakah sisi dramatiknya yang mengharu biru, konflik-konflik dalam rumahtangga yang panas, atau hubungan antarsuami isteri atau pasangan kekasih yang penuh romantika.
Takut Kawin masuk ke dalam genre komedi. Setiap persoalan yang terjadi antara Bimo dan Lala, bahkan konflik rumahtangga yang begitu serius antara pasangan pengantin baru Rommy dan Elisa, dikemas dalam bentuk komedi.
Duet penulis scenario Alim Sudio dan sutradara Syaiful Dradjad berhasil menghasilkan sebuah drama komedi situasi yang segar, mengalir dan tidak terjebak ke dalam komedi slapstick.
Sejak scene awal, film ini sudah menjanjikan. Adegan suasana resepsi pernikahan Rommy dan Elisaa di sebuah resort di tepi pantai berpemandangan indah, dengan penataan kamera yang terkonsep dengan apik, baik dari komposisi gambar, warna dan pencahayaan, membuat film ini enak untuk dilihat.
Adegan pembuka film ini sudah berhasil memancing tawa penonton, ketika Bimo (Herjunot Ali) “dipaksa” oleh teman-temannya untuk melamar Lala (Indah Permatasari). Tetapi karena Bimo tidak memiliki persiapan apa-apa, temannya, Ganda (Babe Chabita) meminjam cincin seorang lelaki untuk diberikan kepada Bimo, yang kemudian memasukannya ke jari manis Lala. Adegan melamar dengan memasukan cicin batu akik lelaki ke jari Lala mengundang tawa.
Film berdurasi 90 menit ini berhasil memberikan hiburan yang segar. Setiap pemain berkontribusi bagi keberhasilan itu. Bukan saja para komika yang memang memiliki keahlian berkomedi ria, pemain seperti Herjunot Ali, Junior Liem, Asri Welas dan Denny Chandra ikut menghidupkan cerita.
Tentu saja apresiasi patut diberikan kepada Indah Permatasari yang berakting begitu kuat, terutama ketika memperlihatkan mimik marah dan sedih.
Para wartawan film yang biasanya kritis dan pelit untuk tertawa kalau film tidak lucu. Ketika nonton film ini pada tertawa lepas.
"Sebagai penonton saya terhibur, keren, saya berharap film ini bisa dinikmati penikmat film Indonesia," tutur Herman Wijaya, kritikus film dan wartawan senior ini.