TRIBUNNEWS.COM - 20 Maret 1921 menjadi hari yang bersejarah bagi dunia perfilman Indonesia.
Bagaimana tidak?
Tepat pada hari itulah, lahirlah sosok pionir sinema di tanah air yakni Usmar Ismail.
Lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, Usmar tumbuh menjadi seorang penikmat karya sinema yang mulai menggeliat di tahun 30-an.
Usai menempuh pendidikan di i HIS, MULO-B, dan AMS-A II Yogyakarta, ia melanjutkan pendidikan di bidang sinematografi dari Universitas California,Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat
Pada tahun 1952, sosok Usmar Ismail pun meraih gelar B.A. dari kampus tertua kedua di Amerika yang banyak melahirkan sineas mumpuni tersebut.
Sebelum ia berangkat ke Amerika Serikat untuk memperdalam ilmunya ini, Usmar tercatat aktif sebagai pengurus lembaga yang berkaitan dengan teater dan film.
Ia pernah menjadi ketua Badan Permusyawaratan Kebudayaan Yogyakarta (1946-1948) dan ketua Serikat Artis Sandiwara Yogyakarta (1946-1948)
Sepulang dari Amerika, ia sempat juga menjabat sebagai ketua Akademi Teater Nasional Indonesia, Jakarta (1955-1965), dan ketua Badan Musyawarah Perfilman Nasional (BMPN).
BMPN mendorong pemerintah melahirkan "Pola Pembinaan Perfilman Nasional" pada tahun 1967.
Sosok Usmar juga dikenal sebagai pendiri Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) bersama Djamaluddin Malik dan para pengusaha film lainnya.
Lalu, ia menjadi ketuanya sejak 1954 sampai 1965.
Dalam bidang keredaksian dan kewartawanan, ia pernah menjadi pendiri dan redaktur Patriot, redaktur majalah Arena, Yogyakarta (1948), "Gelanggang", Jakarta (1966-1967). Ia juga pernah menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia (1946-1947).
Terkait karirnya di dunia Sinema, sosok Usmar Ismail juga memiliki rekam jejak yang mumpuni.
Setelah sempat membantu Andjar Asmara menyutradarai Gadis Desa pada 1949, ia memulai debut penyutradaraan film lewat film Harta Karun.
Pada tahun 1951 melalui studio filmnya miliknya, Perfini, Usmar juga melahirkan karya bertajuk Enam Djam di Djogdja yang fenomenal
Ia dikenal luas secara internasional setelah menyutradarai film berjudul Pedjuang pada tahun 1961, yang mendokumentasikan kemerdekaan Indonesia dari Belanda.
Film ini ditayangkan dalam Festival Film Internasional Moskwa ke-2, dan menjadi film karya anak negeri pertama yang diputar dalam festival film internasional.
Selain film-film yang memuat unsur patriotisme, Usmar juga mampu menghasilkan film bertema romansa seperti Tiga Dara (1956).
Film itu menceritakan kisah lucu tentang kehidupan terjerat dan cinta tiga perempuan bersaudara.
Tercatat, setidaknya 25 film yang telah diproduksi Usmar Ismail pada rentang tahun 1949-1970.
Karena sumbangsihnya di dunia perfilman Indonesia, sosok Usmar Ismail juga mendapatkan Piagam Wijayakusuma dari Presiden Soekarno pada tahun 1962.
Pada tahun 1969 ia juga menerima Anugerah Seni dari Pemerintah RI.
Karena pengaruhnya yang begitu besar pada dunia perfilman Indonesia, maka tak salah rasanya Google memberikannya penghargaan pada hari ini.
Ya, tepat pada hari ulang tahunnya kali ini, Google mempersembahkan Google Doodle dengan tema Usmar Ismail.
2018, Google menampilkan sebuah doodle klasik berwarna hitam putih. Ada seorang pria berkaca mata yang berdiri di belakang kamera film lawas dan tiga perempuan sebagai latar belakangnya. Rupanya, pria di belakang kamera itu adalah penggambaran Usmar Ismail, seorang maestro film Indonesia.
Terima kasih Google dan terima kasih pula terutama ditujukan kepada Usmar Ismail yang memberikan banyak karya fenomenal bagi perfilman Indonesia.
(Tribunnews.com/ Bobby Wiratama)