TRIBUNNEWS.COM - Ketika aktivis Ratna Sarumpaet mengaku menyebarkan berita palsu pada Rabu (3/10/2018), nama putrinya Atiqah Hasiholan turut menjadi pembicaraan.
Pun saat Ratna akhirnya dinyatakan resmi ditahan oleh Polda Metro Jaya pada Jumat (5/10/2018), sosok Atiqah juga ramai dibicarakan.
Lalu, seperti apakah sebenarnya sosok Ratna Sarumpaet di mata sang anak, Atiqah Hasiholan?
Simak penuturannya dalam artikel berjudul "Atiqah Hasiholan, Jadi PSK Demi Kemanusiaan" yang ditulis oleh JB Satrio Nugroho di majalah Intisari edisi Desember 2013.
Dalam artikel sebelumnya, Atiqah bercerita mengenai bagaimana dirinya beberapa kali secara berani berperan sebagai PSK. Meski dirinya secara tegas membatasi diri untuk tak sekalipun bermain dalam film yang 'full esek esek'.
Sikap berani dan tegas yang dimiliki Atiqah diturunkan dari sang ibu, Ratna Sarumpaet.
"Kalau dilihat, apa yang dilakukan oleh ibu saat ini sangat rentan hujatan. Tapi beliau tetap melakukan apa yang dianggap benar dan tidak terlalu memikirkan orang bakal ngomong apa," kata Atiqah.
Baca: Reaksi Berbeda Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto Pada Kasus Ratna Sarumpaet, Lihat Instagramnya
Seperti diketahui, selain sebagai seniman andal, Ratna Sarumpaet juga aktivis yang kerap mengkritisi timpangnya kemanusiaan. "Saya melakukan hal yang sama, meskipun dalam versi yang soft banget," sambung Atiqah.
Atiqah memang tenar dengan kemampuan akting yang andal. Tapi, siapa sangka, Atiqah kecil sebenarnya mempunyai cita-cita yang jauh dari dunia seni peran. Saat sekolah dasar, Atiqah bercita-cita jadi seorang pengacara.
"Ibu bangga sekali saat itu, karena aku bilang mau jadi pengacara karena ingin membela orang-orang yang susah. Aku juga enggak tahu dapat pemikiran itu dari mana, ha-ha-ha!" kenang Atiqah.
Atiqah mengakui, sisi kemanusiaannya berkembang karena didikan dari sang ibu sejak kecil. "Kepada anak-anaknya selalu diajarkan bagaimana menghargai orang lain, bagaimana kita membela orang yang lemah," kisah Atiqah. "Ibu itu orangnya demokratis banget. Santai, suka nge-lawak, dan manja," lanjut dia.
Baca: Tak Hanya Ratna Sarumpaet, Putrinya Fathom Saulina Juga Pernah Mendekam di Penjara Bersama Sang Ibu
Bukan hanya sisi kemanusiaan yang ditanamkan oleh sang ibu, tapi juga sisi seninya. Sejak kecil dia kerap ikut-ikut bermain teater di kelompok teater yang dibangun sang ibu sejak 1974, Satu Merah Panggung.
Namun, pergaulannya dengan dunia seni peran sempat terhenti ketika Atiqah kuliah ke luar negeri. Jurusan yang dia ambil adalah Media dan Psikologi di Monash University di Melbourne, Australia.
Pada 2004, ketika kembali ke Indonesia, Atiqah sempat bekerja di bidang advertising. Saat itu, ibunda sedang memproduksi pementasan teater berjudul Anak-anak Kegelapan.
"Entah kenapa aku tiba-tiba kepingin ikut berteater lagi." Setelah dicasting dan digembleng sang ibu, akhirnya dia mendapatkan peran di pertunjukan itu.
Atiqah mengakui, awal terjun ke dunia seni peran, dia merasa kemampuannya jauh di bawah rata-rata. "Awalnya culun banget, dialog maksa, kaku banget. Tapi aku digembleng sama ibu," kisah putri dari Ratna dan Achmad Fahmy Alhady ini.
Barometer bangsa
Gemblengan sang ibu berhasil, faktor kerja keras juga berandil. "Apa pun yang aku lakukan kujalani dengan serius, sampai akhirnya aku menikmati proses berteater itu," ujar Atiqah. Apresiasi luar biasa dari penonton dan media cukup membuat dia memutuskan untuk terjun ke dunia seni peran lebih serius lagi.
Sampai saat ini, sudah belasan film dia bintangi, selain terlibat dalam berbagai Pementasan teater. Namanya selalu muncul sebagai nominasi di berbagai penghargaan film. "Nominasi terus sih, mungkin dapet penghargaan sebagai nominasi terbanyak, ha-ha-ha!" kelakar Atiqah.
Atiqah mengungkapkan, masih banyak hasrat terpendam yang ingin dia jajal. "Masih banyak karakter yang ingin saya mainkan," kata dia tertantang. Selain itu, "Saya juga pengen mengharumkan nama bangsa dari perfilman," katanya penuh semangat.
Semangat nasionalisme yang menggebu itu muncul karena beberapa peran yang dia lakoni dari beberapa film yang bernapaskan nasionalisme dan cinta Tanah Air. Atiqah mengungkapkan, keterlibatannya dalam beberapa film seperti itu meningkatkan kepedulian dan kesensitifan terhadap hal yang diangkat oleh film tersebut.
"Mungkin selama ini kita sekadar tahu saja, tapi ketika terlibat dengan proyek yang membicarakan hal tersebut, kita jadi lebih aware," ungkap wanita kelahiran 3 Januari 1982 ini.
Seperti apa yang dilakukan sang ibu yang terus aktif menyuarakan perjuangannya membela kemanusiaan dan keadilan, Atiqah juga melakukan hal yang sama.
"Saya menggunakan cara yang berbeda. Saya sebisa mungkin terlibat di film yang selain menghibur tapi juga ada faktor-faktor lain yang membangun (kesadaran terhadap suatu hal -Red.)," ujar Atiqah.
"Bagi saya, film adalah alat yang vital dan powerful untuk membentuk mindset masyarakat," kata Atiqah. Dia berharap, jagat perfilman Indonesia diisi dengan film berkualitas, karena menjadi barometer sebuah bangsa.
"Kita bisa menilai suatu bangsa dari perfilmannya. Saya bersyukur masih banyak pembuat film yang tidak kapok dan konsisten memberikan kontribusi baik untuk perfilman Indonesia," kata Atiqah menutup obrolan sore itu.
===