Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Yasyasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan musik, buku, dan film adalah indikator demokrasi.
Hal itu ia sampaikan ketika menanggapi terkait adanya polemi terkait RUU Permusikan dalam konferensi pers Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan pada Rabu (6/2/2019) di Kemang, Jakarta Selatan.
"Jadi musik, buku, tulisan, film adalah indikator demokrasi. Karena itu adalah selain esensi kemanusiaan juga kebebasan ekspresi seseorang. Kalau itu dikekang, apa yang ada di dalam kepala orang dikekaang, bagaimana dia bisa mengungkapkan yang lebih jelas dan langsung daripada itu," kata Asfinawati.
Ia pun mengatakan, musik adalah sesuatu yang serius bagi YLBHI.
Baca: RUU Permusikan Munculkan Pro Kontra, Terungkap Ternyata Banyak Musisi yang Baru Tahu
Itu karena, menurutnya musik adalah sarana untuk mengekspresikan apapun termasuk kritik sosial dalam rezim tertentu dan dalam perjalanan dunia.
"Musik dalam rezim tertentu atau dalam perjalanan dunia sudah menjadi satu sarana untuk mengekspresikan macam-macam, termasuk kritik sosial," kata Asfinawati.
Ia pun mengatakan pemerintah dan DPR yang takut terhadap buku, film, dan musik akan takut kepada warganya yang ingin mengungkapkan pendapatnya.
"Dan kita bayangkan, kalau ada sebuah negara takut kepada buku, film, musik, bagaimana pemerintah seperti itu? Dia pasti akan takut pada orang yang berbaris di jalanan, dengan orang yang datang ke DPR atau ke Istana Presiden mau bilang kami ingin hidup yang lebih baik, tapi datangnya rombongan 1.000 orang, karena seribu-seribunya kena masalah," kata Asfinawati.