News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eksklusif Tribunnews

Draft RUU Permusikan yang Baru Sudah Tidak Relevan

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTLRUUP) Wendi Putranto

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Permusikan (RUU Permusikan) resmi dicabut. 20 Februari lalu, dirilis draf RUU Permusikan baru.

Dalam draf RUU Permusikan yang baru ada pasal lama yang dihilangkan, ada pula yang ditambahkan. Salah satu tambahan adalah tentang Dewan Musik. Ada empat pasal yang membahas tentang Dewan Musik, yaitu Pasal 54 sampai Pasal 57. 

Menurut aktivis Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTLRUUP) Wendi Putranto, menilai draf baru sudah tidak lagi relevan karena Anang Hermansyah selaku pencetus sudah resmi menariknya.

Manajer Band Seringai itu pun bicara soal masih banyak hal yang sebetulnya dibutuhkan para musisi dibanding ruwetnya RUU Permusikan.

Berikut petikan wawancara Tribunnews bersama salah satu jurnalis musik senior Tanah Air ini.

Anang kan sudah resmi cabut RUU Permusikan, sebenarnya apa sih yang dibutuhkan musisi Indonesia saat ini?

Yang dibutuhkan adalah penegakan hukum, karena selama ini kita udah punya instrumen undang-undang (UU) yang ada.

Baca: Pemerintah Didorong Bentuk Sistem Big Data Musik

Instrumen UU-nya seperti apa?
UU Hak Cipta. UU Hak Cipta sampai sejauh ini belum dioptimalkan. Dalam artian royalti yang diatur dalam UU Hak Cipta itu belum didistribusikan secara merata dan nyata. Karena masih minimnya juklap (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) yang mana menjadi instrumen teknis dari UU tersebut.

Yang baru diatur itu tentang komisioner, LMK (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional), dan itu adalah amanat dari UU Hak Cipta untuk dibuatnya komisioner itu. Nah itu yang belum disosialisasikan dan belum ditegakkan.

Ada juga UU Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam. Itu yang behubungan juga nanti bisa tentang musik-musik yang beredar di Indonesia yang diarsipkan.

Karena terus terang, enggak ada yang tahu nih bahwa musik udah beredar di mana. Tapi kalau udah adanya UU itu, lembaga yang nanti menaungi UU Serah Simpan ini yang akan membeli rilisan-rilisan musik yang beredar di seluruh Indonesia.

Baca: Pemerintah Didorong Bentuk Sistem Big Data Musik

Jadi semacam dibikin library music?
Betul, kayak di Amerika ada Library of Congress

Kalau di Indonesia enggak ada ya?
Di sini udah ada Perpustakaan Nasional, tapi musisinya yang harus ngirim ke Perpustakaan Nasional. Nah dengan adanya UU Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam ini, mereka lah yang membeli, apa pun yang rilis dalam bentuk musik.

Enggak cuma musik sebenarnya, ada karya yang lain juga. Tapi kalau ini konteksnya dengan musik, ya mereka membeli.

Karena kecolongan karya kita diklaim oleh Malaysia, itu salah satunya karena lemahnya arsip. Dalam hal yang lain, misalnya itu kayak kita punya yang namanya UU ITE. RUU Permusikan ini kan kalau dibaca itu tidak mengantisipasi tantangan digital. Enggak ada yang mengatur pasal-pasal digital di dalamnya.

Padahal masa depan musiknya bakal ke sana. Di rancangan yang baru juga kayak gitu, di draf yang 20 februari juga tidak mengatur tentang itu. Jadi ini cuma tambal sulam aja jadinya.

Ini kan sebenarnya absolut banget RUU-nya, kenapa enggak ngikutin jaman?
Apa ya, mungkin, tapi ini dugaan aja, ini untuk menyelamatkan BKD lah ya. Karena kan kemarin mereka bisa dibilang diserang abis-abisan.

Karena isinya sangat tidak mencerminkan yang terjadi di lapangan. Makanya RUU Permusikan yang baru sebenarnya sama aja. Bahkan ada yang lebih berbahaya lagi yang disebut dengan Dewan Musik Nasional.

Kembali ke RUU yang udah dicabut, terus sekarang bolanya kan di DPR. KNTLRUUP gimana sikap kedepannya, masih pantau enggak?
Oh iya, karena ya itu tadi, bahwa yang dicabut atau yang ditarik itu kan inisiasi Anang sebagai pencetus dan anggota DPR. Tapi prosesnya harus melalui sidang-sidang lagi. Sidang paripurna, sidang-sidang rapat kerja antara Baleg dengan pemerintah. Nah itu yang belum terjadi.

Jadi ya kita akan terus mengawal, kita akan terus fokus sampai RUU Permusikan ini benar-benar secara resmi ditarik atau dibatalkan. Kalau itu belum terwujud, ya kita akan terus ada untuk melakukan pressure terhadap penarikan tersebut.

Sampai benar-benar batal?
Iya. Jadi setelah itu benar-benar dibatalkan, baru kita bikin Musyawarah Musik Nasional. Didengarlah aspirasi aspirasi dari bebragai macam stakeholder di musik.

Enggak cuma musisi, tapi praktisi musik di bidang lain. Ada pengajar, promotor, yang berhubungan dengan musik sebagai industri. Nah disitu lah baru didengar, perlu enggak sih kita nih adanya RUU Permusikan.

Kalau ternyata dari forum yang demokratis itu keluar 'ya rekomendasinya adalah kita perlu adanya RUU Permusikan', baru lah kita mulai lagi dengan di situ semuanya dilibatkan.

Kalau yang terjadi sekarang adalah RUU Permusikan ini sangat Jakartasentris, semua yang ada di Jakarta aja nih. Mereka enggak melihat atau mendengar aspirasi dari berbagai macam daerah. Itu yang sangat disesalkan. Karena jadinya ya yang nyetusin satu orang, nanti yang kena getahnya 250 juta orang.

Karena kata Anda RUU ini Jakartasentris, sebenarnya saat isu ini bergulir, ada enggak sih aspirasi-aspirasi di daerah yang dikumpulkan?

Makanya dari Koalisi Nasional ini, kalau kamu mau melihat di Instagram Account kita i @koalisinasionaltolakruup, itu sangat sporadis di berbagai daerah. Jadi ini memang sudah jadi sebuah gerakan penolakan yang nasional.

Saya sebutin, mulai dari Bandung, Bogor, Cirebon, Majalengka, Surabaya, Yogyakarta, Palembang, Makassar, Bali. Itu mereka udah melakukan kajian-kajian dan juga di akhir acaranya menyatakan sikap. Dan semuanya menyatakan sikap penolakan.

Jadi memang penolakannya sudah bersifat nasional. Makanya ada 300 ribu penandatanganan petisi. Nah dari kita Koalisi Nasional ya kita memegang amanah itu. Ini harus batal, ini harus ditarik.

Kenapa? Karena 300 ribu orang yang tanda tangan petisi itu, sudah mempercayakannya ke Koalisi Nasional, agar ini terwujud. Jadi kita menjaga itu sih.

Jadi goalnya menunggu di Musyawarah Nasional?
Ya, goalnya menunggu DPR benar-benar mengetok palu untuk mengeluarkan ini dari program Legislasi Nasional. Dan itu kan ada di mereka sekarang ya, keputusan itu ada di tangan mereka. Dan mudah-mudahan mereka enggak bersebrangan dengan 300 ribu orang yang menolak ini.

Karena itu akan jadi berita besar lagi nanti. Kalau itu ditolak nanti yang 300 ribu itu mungkin bisa turun ke depan gedung DPR untuk menuntut itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini