Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Galih Ginanjar, Rey Utami dan Pablo Benua yang dikenal sebagai trio ikan asin menjalani sidang kedua kasus pidana pencemaran nama baik di media sosial.
Ketiganya kembali duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Senin (6/1/2020) untuk diadili atas ucapan ikan asin di vlog.
Tribunnews.com merangkum fakta seputar sidang kasus ikan asin yang digelar kedua kali kemarin. Berikut ulasannya.
Tangis Histeris Anton Medan Curi Perhatian
Sidang yang sedianya dilangsungkan pada Senin siang sempat molor dan baru dimulai pada sore hari.
Ada pemandangan berbeda saat sidang kasus ikan asin. Kemunculan tokoh Anton Medan mencuri perhatian.
Saat persidangan selesai, Anton Medan mengungkapkan kedatangannya adalah untuk mendukung Pablo Benua sebagai sesama mualaf.
Anton juga mengaku miris dengan masalah hukum yang menimpa Pablo. Menurutnya, masalah dugaan pencemaran nama baik itu tidak harus masuk ke ranah pengadilan.
"Saya seorang mualaf saya katakan kita nggak boleh dendam dan suuzan. Makanya saya minta, segalanya dimediasi supaya selesai. Saya katakan damai saja," ujar Anton.
Sesudah itu Anton menangis tersenggal hingga ucapannya tidak terdengar jelas. Pablo dan sejumlah rekan berusaha menenangkan Anton.
Saat kembali berbicara, Anton Medan menegaskan Pablo bukanlah seorang penjahat dan tidak harus diadili.
"Dia bunuh orang enggak. Narkoba enggak. Nipu engak. Mencuri enggak," ungkapnya.
Pablo dan Rey Utami pun terharu mendapat dukungan dari Anton dan sejumlah elemen lain dalam persidangan itu.
Baca: Barbie Kumalasari Buktikan Hubungannya dengan Galih Ginanjar Baik-baik Saja
Baca: Mendekam di Penjara karena Kasus Ikan Asin, Pablo Benua Ucapkan Terima Kasih Kepada Pelapor
Drama Kebelet Pipis
Saat sidang dengan agenda penyampaian eksepsi atau nota pembelaan dari ketiga tersangka terhadap dakwaan jaksa ada drama. Apakah itu?
Awalnya, Galih Ginanjar, Rey Utami an Pablo Benua yang dikenal sebagai trio ikan asin tampak santai menjalani sidang.
Ketiganya mengobrol hangat sebelum hakim memulai sidang. Mereka juga menyimak saat eksepsi dibacakan bergantian oleh para pengacara.
Di sela sidang, Pablo Benua meminta izin kepada ketua majelis hakim. Ia kebelet pipis. Majelis hakim mengabulkan dengan memberikan skors sidang selama lima menit.
"Rey sama Galih apakah ingin pipis juga?" tanya majelis hakim pada dua terdakwa lain.
Keduanya menggelengkan kepala.
Pablo dengan dikawal petugas kejaksaan buru-buru berjalan ke kamar mandi. Sekembalinya Pablo, sidang kembali dilanjutkan.
Baca: Awal Tahun, Pablo Benua & Rey Utami Jalani Sidang Eksepsi, Tebar Senyum & Ungkap Harapan Tahun 2020
Baca: Anton Medan Menangis Histeris Saat Hadiri Sidang Kasus Ikan Asin, Ada Apa?
Pablo Berterima Kasih, Penjara Membuatnya Rajin Salat
Usai sidang Pablo mengungkapkan kepada media bahwa ia berterimakasih kepada pelapornya. Menurut Pablo, banyak pelajaran berharga yang ia petik dari masalah yang ia hadapinya kini.
"Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada pelapor yang membuat saya ditahan di Mapolda Metro Jaya. Saya di sana banyak dapat hikmah, banyak dapat pelajaran," ungkap Pablo Benua.
Pablo mengungkapkan, di dalam tahanan ia mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh.
Ia rajin shalat dan giat belajar membaca alquran. Seperti diketahui, Pablo baru memeluk Islam pada 2016 atau sebelum menikahi Rey Utami.
"Di dalam penjara ini saya baru mendapatkan kenikmatan pribadi. Selama ini di luar saya masih fokus terhadap hal-hal duniawi. Tapi di dalam saya jadi banyak belajar
Hal lain yang membahagiakan dirinya adalah semenjak di tahan, ia juga menyaksikan perubahan besar pada diri istrinya Rey Utami.
"Semenjak di penjara saya bisa melihat istri saya mengenakan hijab," ujarnya.
Kuasa Hukum Sampaikan Kejanggalan
Galih Ginanjar, Pablo Benua, dan Rey Utami menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (6/1/2020) sore.
Pembacaan eksepsi dilakukan oleh para kuasa hukum secara bergantian. Mereka menyampaikan sejumlah kejanggalan atas dakwaan yang disusun oleh JPU.
Pertama yakni soal lokasi persidangan yang dilakukan di PN Jaksel. Padahal, lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) yakni rumah yang digunakan sebagai studio milik Pablo Benua dan Rey Utami masuk dalam kawasan Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Seharusnya, perkara 'ikan asin' tersebut harus disidangkan di Pengadilan Negeri Cibinong, Jawa Barat.
Tak hanya itu, para saksinya pun juga berdomisili di daerah sana. Mereka meminta agar dakwaan kepada kliennya tersebut agar diperhatikan kembali.
Keanehan kemudian muncul, seperti yang diungkapkan pengacara Galih Ginanjar, Salahudin. Pihaknya mempertanyakan
"Dakwaan itu mengandung unsur keragu-raguan dan kesewenang-wenangan jaksa. Pertama yang kami soroti yakni soal TKP di Cibinong. Seharusnya, di Kejari Cibinong. Tapi dipaksakan di Jakarta Selatan. Maka dari itu kami menggunakan hak mengajukan keberatan," ungkap Salahudin.
"Kedua tentang delik perbuatan dalam tuduhan pelanggaran UU ITE. Dalam perkara ini tidak ada laporan pengaduan oleh saksi korban. Yang ada hanya laporan dari polosi. Sehingga menurut keputusan dari Mahkamah Konstitusi, maka perkara ini harusnya tidak dilanjutkan karena tidak ada pengaduan. Itu untuk delik ITE ya," imbuhnya.
Dengan dibacakannya eksepsi tersebut, tim kuasa hukum meyakini majelis hakim akan mempertimbangkannya dengan cermat.
Di sisi lain, ia juga menyoroti sikap JPU yang enggan memberikan tanggapan langsung melainkan meminta waktu untuk menanggapi secara tertulis. Hal tersebut, kata Salahudin, bisa menjadi gambaran bagaimana dakwaan yang disusun oleh JPU lemah dan dapat dibantah.
"Jaksa kan yang buat dakwaan, kalau merasa benar. Dia nggak ragu dengan dakwaannya. Dia kan minta waktu jawaban tertulis. Kalau mau tegas dan merasa benar harusnya bilang aja tetap pada dakwaan saya. Itulah jaksa yang profesional. Tapi dia kan minta waktu buat menanggapi," ujarnya.
Salahudin dan tim kuasa hukum meyakini, kasus yang menjerat Galih Ginanjar terlalu dipaksakan. Apalagi dengan melihat kejanggalan-kejanggalan yang ada. Ia pun optimistis majelis hakim bisa mengabulkan eksepsi yang diajukan.
"Kita meyakini sampai sejarang Galih Ginanjar tidak bersalah. Soal eksepsi, saya katakan tidak jarang eksepsi dikabulkan. Tergantung nanti hakim bagaimana. Tentunya harus cermat. Kami yakin majelis hakim objektif dalam menilai masalah ini," tandasnya.
Hakim menunda persidangan pada minggu depan, Senin (13/1/2020) dengan agenda tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).