TRIBUNNEWS.COM - Dokter Tirta Mandira Hudhi membagikan ceritanya mengenai suka duka menjadi relawan kesehatan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Diketahui, sebelum menjadi sorotan publik, pria kelahiran Surakarta, 30 Juli 1991 ini rutin mengedukasi masyarakat tentang brand lokal, UMKM, dan tentunya kesehatan.
Hingga rutinitasnya itu membuat dirinya disebut sebagai orang yang memberikan pengaruh pada masyarakat atau influencer.
Sebagai dokter sekaligus influencer, dr Tirta menyebut, hal menyenangkan dari kegiatan yang ia lakukan saat ini adalah suaranya lebih didengar masyarakat.
Ia sering diminta tenaga kesehatan lainnya untuk menyaurakan seputar kesehatan terutama soal Covid-19.
Baca: Soal New Normal, dr Tirta: Masih Jauh, Ini Aja Puncak Kasus Covid-19 Gak Tahu Kapan
Baca: Jokowi Cek Kesiapan Fasilitas Publik Jelang New Normal, dr Tirta: Puncaknya Saja Belum Tahu Kapan
Meski demikian, dr Tirta juga merasakan banyak hal yang kurang menyenangkan, di antaranya yakni privasinya mulai terusik.
"Duka yang paling mendalam, jujur saja privasi saya mulai terusik. Kemarin keluarga saya dibahas, terus agama saya dibahas, ijazah saya dibahas, hobi saya dibahas, logat saya dibahas," ujar dr Tirta dalam video yang diunggah di kanal YouTube Beepdo, Selasa (2/6/2020).
Ia merasa, kini antara hal privasi dan publik di hidupnya seperti tidak mempunyai batas.
Sehingga pemilik jasa perawatan dan cuci sepatu premium ini kemudian memilih untuk mengurangi interaksi di media sosial.
Isu-isu dan sorotan publik padanya justru membuatnya tertekan.
Dokter Tirta mengungkapkan, ia sekarang dapat memahami rasanya menjadi orang-orang yang selalu menjadi sorotan publik.
"Jadi sekarang saya paham apa yang dirasakan oleh orang-orang seperti Pak Jokowi."
"Saya dulu bingung kenapa isu-isu miring menerpa presiden, dan saya sekarang merasakan, rasanya enggak enak banget ternyata" kata dia.
Alumni Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini pun turut menegaskan bahwa dirinya sejak awal tidak ingin disebut sebagai seleb, karena tidak mau menghadapi segala risikonya.
Lebih lanjut, dr Tirta mengatakan tekanan mental akhir-akhir ini semakin banyak dialami orang-orang karena pandemi virus corona (Covid-19).
Oleh karena itu, ia bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Psikolog Indonesia, dan Karin Novilda (Awkarin) membentuk sebuah gerakan, yakni Campaign Bahagia Bersama.
Ia menyebut, tekanan mental kini banyak dialami oleh tenaga kesehatan dan para relawan.
"Karena sekarang tekanan psikologi itu lebih menekan ke tenaga kesehatan (nakes) dan relawan-relawan yang ada, terutama yang tidak pulang," ujarnya, masih melansir sumber yang sama.
Baca: Dokter Tirta Luruskan Maksud New Normal di Tengah Corona: Bukan Kita Nerimo Wae, Pasrah, Bukan
Baca: Dokter Tirta Nilai Aturan The New Normal Terlalu Dini: Negara Lain Turun, Kita Satu-Satunya Meroket
(Tribunnews.com/Ica)