TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa hari belakangan istilah 'anjay' menjadi perbincangan khayalak ramai, terutama di media sosial, karena kata tersebut dinilai memiliki makna kasar.
Kontroversi itu berawal dari aduan seorang YouTuber bernama Lutfi Agizal yang mengadu ke Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa kata ’anjay’ ini merusak moral bangsa.
Dalam aduannya itu, Lutfi mengaku kerap menemui anak kecil yang mengucapkan kata-kata 'anjay' di lingkungan rumahnya.
"Gua prihatin karena melihat dengan mata kepala sendiri, (anak) tetangga, gua yakin orang tuanya nggak ngajarin itu. Tapi malah sama teman-temannya ngomong ’anjay’. Anak kecil lho, umur lima sampai delapan tahun,"cerita Lutfi.
Belakangan, pengaduan Luthfi itu dibalas oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dengan mengeluarkan sebuah surat edaran pada Sabtu kemarin (29/8/2020).
Isinya, mengimbau masyarakat untuk tidak lagi menggunakan kata ’anjay’, terutama tidak ditujukan kepada anak-anak.
Menurut Arist, jika ’anjay’ terbukti memenuhi unsurdan definisi kekerasan, lalu ada orang yang mengucapkannya kepada anak-anak, si pengucap bisa dianggap melakukan kekerasan verbal yang artinya melanggar UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Balasannya hukum pidana.
"Ini [kata 'anjay'] adalah salah satu bentuk kekerasan atau bullying yang dapat dipidana. Lebih baik jangan menggunakan kata 'anjay'. Ayo, kita hentikan sekarang juga," ujar Arist dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/8/2020).
Siaran pers Komnas PA yang ditanda tangani Arist sebagai Ketua Umum dan Dhanang Sasongko sebagai Sekretaris Jenderal itu kontan mendapat tanggapan dari para netizen.
Bahkan kata ‘anjay’ sempat menjadi trending topic di Twitter.
Kebanyakan tak sepakat dan mempertanyakan sikap Komnas PA yang mempersoalkan kata ‘anjay’.
"@kpai, please focus on something more important y’all can do better," tulis befekrumahbarbie.
Akun lain, @chocopienak, melanjutkan pesan dari @AREAJULID.
"FUNNY. there are still many cases that are more important than that. KPAI can do
nothing."
Arist Merdeka sendiri kemudian menjelaskan maksud pihaknya mengeluarkan imbauan
larangan menggunakan kata 'anjay'.
Arist tak menampik, arti dan makna kata ‘anjay’ akan berbeda tergantung sudut pandang. Di satu sisi kata anjay dapat menjadi pujian, namun di sisi lain dapat menjadi hinaan.
Arist mengatakan jika 'anjay' diucapkan sebagai kata ganti ucapan ekspresi kekaguman, maka kata tersebut tak mengandung unsur bullying. Misalnya, kata Arist, 'anjay' dilontarkan dalam rangka memuji salah satu produk yang membuat seseorang terkagum.
Dalam kasus ini, 'anjay' tak mengandung kekerasan. "Istilah tersebut tidak menimbulkan ketersinggungan, sakit hati, dan merugikan sekalipun," kata Arist.
Namun jika 'anjay' dilontarkan untuk merujuk sebutan kata pengganti satu binatang, maka 'anjay' bisa bermakna merendahkan martabat seseorang.
Karena bermakna merendahkan martabat seseorang, maka 'anjay' menjadi salah satu bentuk kekerasanverbal dan dapat dilaporkan sebagai tindak pidana.
"Istilah tersebut adalah salah satu bentuk kekerasan verbal dan dapat dilaporkan sebagai tindak pindana," ujar Arist.
Oleh karena itu, Arist mengajak masyarakat melihat kata 'anjay' dari perspektifnya, mengingat istilah tersebut sedang marak digunakan di media sosial dan populer di kalangan anak-anak.
KPAI Belum Tentukan Sikap
Berbeda dengan Komnas PA yang sudah mengeluarkan surat edaran yang mengimbau untuk tidak lagi menggunakan kata 'anjay', Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan belum menentukan sikap atas pelaporan Lutfi Agizal terkait kasus “anjay".
Anggota KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti menyampaikan bahwa surat tertulis yang beredar di media sosial bukan pernyataan dari KPAI melainkan Komnas PA.
"Masyarakat dan netizen di media sosial banyak yang belum memahami perbedaan antara KPAI dengan Komnas PA. KPAI adalah lembaga negara yang didirikan atas dasar UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Kami bukan LSM atau lembaga non pemerintah, tetapi lembaga negara," jelas Retno dalam keterangan
tertulisnya, Minggu (30/8/2020).
Retno menyampaikan, komisioner KPAI belum melakukan rapat pleno terkait laporan Lutfi. Sehingga saat ini KPAI belum memutuskan dan menyimpulkan apapun terkait kasus “anjay”.
Menurutnya, para komisioner KPAI baru akan membahas persoalan itu pada Senin (31/8/2020) ini.
Retno menambahkan, Lutfi Agizal baru melaporkan ke KPAI pada Jumat (28/8/2020) pukul 10:00 WIB. Awalnya Lutfi menghubungi langsung kepada Retno.
Namun kemudian diminta untuk melaporkan resmi ke pengaduan online KPAI.
"Saat ini kasus masih diproses oleh analis pengaduan dan asisten bidang siber. KPAI belum membicarakan
kasus ini juga dalam rapat pleno Komisioner. Rapat pleno Komisioner, biasanya setiap
hari Senin," ujarnya.
Pendapat Pakar Bahasa
Terkait kontroversi penggunaan kata 'anjay', Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Endang Aminudin Aziz mengatakan dalam ilmu linguistik penggunaan kata harus dilihat dalam berbagai aspek yakni morfologis, semantik, dan pragmatik.
"Secara morfologis dilihat kata 'anjay' turunan dari kata apa? Apakah dia turunan dari kata 'anjing' atau yang lain? Mengapa turunannya berubah jadi 'anjay'? Karena dulu mungkin 10 tahun yang lalu keluar kata yang mirip-mirip dengan itu. Misal anjrit, anjir sama kata itu juga dipakai sebagai kata gaul," ujar Endang kepada Tribunnews.com,
Minggu (30/8/2020).
Sementara yang kedua adalah makna semantik yakni makna yang sesuai dengan maknanya itu sendiri. Dalam makna semantik, kata tidak dikaitkan dengan konteks apa.
"Misalnya kalau kita katakan kata 'anjing'. Anjing ya adalah binatang berkaki empat, suka menggonggong lidahnya menjulur, misalnya itu," tutur Endang.
Sementara makna lainnya adalah makna pragmatik. Endang mengatakan dalam makna pragmatik, kata dilihat sesuai konteks penggunaannya.
Ia menjelaskan makna pragmatik ini harus dimaknai sebagai makna ketika dalam situasi tertentu, dalam kapasitas
tertentu, bicara dalam waktu tertentu, kepada orang tertentu.
Endang menyontohkan kata 'anjing' dilihat secara pragmatik dapat berupa ungkapan kekesalan bisa jadi umpatan.
"Tapi kata umpatan ini harus dilihat kepada siapa orang ini berbicara. Kalau misalnya orang sesama teman dekat. Sudah sangat dekat maka ungkapan 'anjing' tidak menjadi umpatan," ungkap pakar bahasa bidang pragmatik ini.
Terkait dengan penggunaan kata anjay, Endang menilai sebaiknya kata ini dilihat terlebih dulu konteks penggunaannya. Menurutnya kata 'anjay' dapat digunakan sebagai bentuk kekaguman sehingga tidak dapat bermakna umpatan.
"Wajib dilihat konteksnya, karena kata itu baru bermakna sesuai dengan yang dimaksudkan apabila kita tahu
konteksnya seperti apa," jelas Endang.
Sementara untuk penggunaan kata ini pada anak-anak, Endang mengatakan anak-anak menggunakan kata 'anjay' karena meniru orang dewasa.
Menurutnya, anak-anak tidak mengerti dengan asal kata 'anjay'.
Meski begitu, Endang menilai sebaiknya anak-anak tidak menggunakan kata 'anjay' karena berasal dari kata 'anjing'.
"Hanya memang dari sisi kebijakan berbahasa ya kata itu memang kayanya tidak layak digunakan secara masif gitu oleh anak-anak. Apalagi yang belum mengerti. Apalagi kata 'anjay' berasal dari kata 'anjing'," kata Endang.
(tribun network/fah/dod)