Laporan Wartawan Tribunnews.com, Alivio
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anime atau animasi buatan Jepang di Indonesia mempunyai penggemar yang banyak.
Bahkan penggemar anime di Indonesia sendiri dari berbagai macam usia, yakni anak-anak sampai dewasa.
Bicara soal anime, dalam 10 tahun terakhir beberapa film animasi asal Indonesia, bahkan satu di antaranya mendapat banyak penghargaan di kancah Internasional.
Film animasi "Battle of Surabaya" besutan Aryanto Yuniawan, yang rilis pada 2015 lalu berhasil meraih 10 penghargaan Internasional.
Baca juga: Dukung Animasi Lokal, E-Motion dan JMSI Kolaborasi Rilis DVD Film Animasi
Baca juga: Netflix Tambah Serial Anime Keren Mulai Bulan Depan
Bicara peluang besar di kancah Internasional, ada beberapa hal yang harus di asa supaya animasi Indonesia bisa satu level dengan anime.
"Secara kualitas produksi animator kita (Indonesia) mampu mengimbangi mereka. Kelemahan perusahaan animasi di Indonesia adalah produktivitas kerja tidak seperti mereka (Jepang/Korea), mungkin 5 – 10 kali lipat lebih lambat dari mereka," ungkap Aryanto Yuniawan saat dihubungi Tribunnews, Rabu, (31/3/2021).
Namun, keuntungannya, Aryanto mengungkapkan animator di Indonesia mau dibayar relatif lebih murah dibanding di Jepang sana.
Sutradara "Battle of Surabaya" ini juga mengungkapkan perbedaan secara teknologi sangatlah jauh, hal ini yang juga menyebabkan produksi animasi Indonesia lebih lamban dibanding anime Jepang.
"Pada studio anime Jepang etos kerja dibantu dukungan teknologi serta pipeline yang lebih maju," tuturnya.
"Selain itu, lingkungan bisnis anime Jepang dari hulu ke hilir sudah terbangun. Sangat kuat di negaranya sendiri," tambahnya.
Selain produksi, Aryanto juga membeberkan bahwa pembajakan film di Indonesia menjadi dalang kurang minatnya produksi film animasi di Indonesia.
"Kita? Masih harus banyak belajar, penonton kita sebagian besar (tidak semua) masih suka nonton film bajakan, bahkan mereka bangga bisa membajak karya orang lain," ungkap Aryanto.
"Jalur distribusi kita, cukup parah, bahkan di negara kita sendiri, TV tentu akan memilih produk luar yang lebih murah, sedang platform digital tentu memilih film-film yang sudah terverifikasi laku terjual," pungkasnya.