Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fauzi Alamsyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Artis sekaligus Pesinetron Fanny Ghassani punya pandangan berbeda terkait sinetron Suara Hati Istri: Zahra yang sedang ramai perbincangkan.
Hal ini terjadi karena salah satu pemerannya masih berusia 15 tahun.
Baca juga: Menteri PPPA Soroti Polemik Sinetron Suara Hati Istri: Zahra, Sebut Melanggar Hak Anak
Baca juga: Sinetron Suara Hati Istri Dikritik, Pemeran Zahra yang Usianya 15 Tahun Akan Diganti
Fanny Ghassani pun memberikan pertanyaannya, apa salahnya seorang artis yang berusia belia melakoni peran sebagai orang dewasa.
"Salahnya di mana ya?" tanya Fanny Ghassani di Instagram TV, Rabu (2/6/2021).
Seperti diketahui, pemain Zahra di sinetron tersebut masih berumur 15 tahun.
Namun artis bernama lengkap Lea Chiarachel itu memerankan sosok istri ketiga yang dinikahi pria sudah berumur.
Fanny Ghassani mencontohkan perannya terdahulu di sinetron Cinta Fitri.
Baca juga: Fanny Ghassani Beri Jawaban Soal Jarang Unggah Foto Bareng Suami Hingga Ditanya Kapan Hamil
Baca juga: KPI: Indosiar akan Ganti Pemeran Zahra di Sinetron Suara Hati Istri
Kala itu usianya pun masih di bawah umur tapi sudah memerankan perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak.
"Sekadar sharing aja, waktu aku berusia 16 tahun, aku berperan sebagai Kayla. Pacaran sama Aldo (Adly Fairuz) menikah dan punya anak," kata artis 30 tahun ini.
Selain dirinya, ia juga mencontohkan sinetron Pernikahan Dini. Sama seperti Fanny Ghassani, pemeran dalam sinetron tersebut usianya pun masih belia saat itu.
Bagi eks presenter Hitam Putih itu, menurutnya itulah indahnya seni berperan.
"Kami, aktor bisa memerankan karakter yang sangat berbeda dari keseharian kita," jelasnya.
Selain mengomentari soal kontroversi pemeran Zahra, Fanny Ghassani juga ikut buka suara mengenai kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Sebab, lembaga tersebut juga menuai protes karena dianggap meluluskan sinetron Suara Hati Istri: Zahra. Tanpa mempertimbangkan usia pemain yang tampil dalam sinetron itu.
Fanny pun memiliki pandangan yang berbeda, karena menururtnya lembaga KPI pasti telah melakukan tanggung jawabnya.
"Nggak mungkinlah KPI itu tidak menyaring dulu (tayangan), mempertimbangkan baik buruknya," ungkapnya.