Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fauzi Alamsyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Seni baru-baru ini mererampungkan riset terkait ekosistem musik di Indonesia.
Dalam risetnya, ekosistem musik nyatanya memerlukan pendanaan lebih beragam.
Sebab, praktik pendanaan saat ini belum cukup mendukung ekosistem seni, termasuk ekosistem musik.
Hal tersebut merujuk pada salah satu temuan riset Koalisi Seni terhadap ekosistem musik di Kota Bogor dan Kota Makassar pada 2019-2020.
“Dari penelitian di kedua kota itu, ada pendanaan dari swadaya, swasta, dan pemerintah. Peran dan praktik tiga pendanaan itu berbeda-beda,” ujar Harits Paramasatya, Peneliti Kebijakan Koalisi Seni, dalam informasi yang diterima, Senin, (23/8/2021).
Baca juga: Sosok Mariam Ghani, Putri Ashraf Ghani yang Kini Nikmati Hidupnya sebagai Seniman di Brooklyn
Baca juga: Komunitas Gerakan Berbagi Gandeng Seknas Jokowi Bantu Seniman Jalanan di Bulungan
Kajian tersebut pun menemukan inti jika sebagian pegiat seni memulai karir musiknya secara swadaya dengan menggunakan biaya sendiri terlebih dengan adanya pandemi covid-19.
Pada 2019-2020, acara musik yang dibiayai pemerintah cuma 7,6% di Bogor dan 10% di Makassar. Jumlah acara musik terdata pada periode ini ialah 105 pada 2019 dan 52 pada 2020 di Bogor, serta 95 pada 2019 dan 35 pada 2020 di Makassar.
“Begitu pandemi datang, dana swadaya dan swasta berkurang. Untuk menjaga kesehatan ekosistem, perlu ada diversifikasi praktik pendanaan, terutama dana dari pemerintah. Misal, Dana Perwalian Kebudayaan yang telah dianggarkan sebesar Rp2 triliun tahun ini. Kalau badan pengelolanya segera dibentuk dan dana disalurkan dengan tepat, ekosistem seni akan sangat terbantu,” tutur Ratri Ninditya, Koordinator Peneliti Kebijakan Koalisi Seni.
Baca juga: Sejumlah Seniman Jawa Timur Adukan Kades di Trenggalek, Terkait Kasus Ujaran Kebencian
Selain itu, perlu adanya upaya meningkatkan daya tawar pegiat musik terhadap pemodal swasta. Ini bisa dilakukan melalui kebijakan kerja sama yang lebih pro-musisi dan peningkatan kapasitas bisnis para pelaku musik.
Riset ini merupakan upaya Koalisi Seni memotret keadaan ekosistem seni di Indonesia berdasar perspektif pelaku seni dan data empiris.
Selain tantangan pendanaan dan pandemi, ekosistem musik di kedua kota terhambat pula oleh kurangnya akses ke ruang publik, ketimpangan jumlah dan peran pelaku perempuan, serta efek samping sejumlah peraturan daerah.
Sementara itu, faktor pendorong ekosistem musik berupa lingkungan sekitar pegiatnya, keberadaan institusi pendidikan formal, serta posisi Bogor sebagai kota satelit Jakarta dan Makassar sebagai ibu kota provinsi dan “gerbang” Indonesia Timur.
Untuk mengatasinya, Koalisi Seni merekomendasikan adanya ruang dan program yang lebih berpihak kepada perempuan.
Sehingga, lebih banyak perempuan dari latar belakang dan status pernikahannya yang berbeda ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan di dalam ekosistem seni.