Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman mengungkapkan strategi booster perlu intensif lebih besar.
Perlu alasan yang lebih kuat untuk melaksanakan booster.
Karena, menurut dia, bisa saja ada rasa malas untuk melakukan booster di tengah situasi semakin normal. Meski pada dasarnya pandemi belum berkahir.
Karenanya menjadi tugas negara memberikan data misalnya terkait pasien yang masih ada dirawat rumah sakit.
Selain itu masih ada orang-orang yang terinfeksi. Masih ada pasien yang meninggal sebagian besar karena belum divaksin.
Baca juga: Cara Daftar Vaksin Booster untuk Syarat Perjalanan Mudik dari Pemerintah
"Ini harus disajikan dan masih kurang. Kemudian juga bicara masalah booster, harus ada intensif dari pemerintah,"ungkapnya pada Tribunnews, Kamis (7/4/2022).
Intensif yang dimaksudkan adalah pemerintah perlu menyediakan tempat, fasilitas penyedia vaksin booster.
Begitu juga dengan opsi dari booster sendiri yang karena ada beberapa jenis vaksin yang digunakan. Di antaranya Moderna, Pfizer, atau ada pilihan lain disajikan pemerintah.
Tentunya dengan menyampaikan fakta sains dan pendukung.
Selain itu Dicky mengingatkan satu hal meskipun terkesan sepele namun berpengaruh.
"Ini masalah insentif atau masalah dukungan pada fasilitator. Vaksinator kita sudah luar biasa. Bekerja keras dari 2021 sampai 2022. Dan sekarang vaksin booster," kata Dicky menambahkan.
Menurutnya pada fasilitator vaksinasi Covid-19 bisa didukung, terutama mereka yang mendapatkan insentif kurang.
Insentif bisa juga dengan memberikan penghargaan, dukungan atau mekanisme yang melibatkan banyak relawan.
"Sehingga booster bisa dikejar akselarasi. Karena penting. Sekali lagi dipahami masyarakat dan semua pihak. Vaksinasi booster harus dinarasikan seperti itu terutama pada kelompok rawan dan berisiko," pungkasnya.