TRIBUNNEWS.COM - Komunitas Stand Up Indo melayangkan gugatan pembatalan merek Open Mic yang telah didaftarkan ke DJKI pada 2013 silam ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (25/8/2022).
Penelusuran Tribunnews.com di website Pangkalan Data Kekayaan Intelektual, Jumat (26/8/2022), Open Mic Indonesia dengan nomor pendaftaran IDM000477953 mulai dilindungi sebagai merek sejak 28 Mei 2013 dengan nama pemilik Ramon Pratomo.
Adapun komika yang menginginkan pembatalan merek Open Mic di antaranya Ernest Prakasa, Pandji Pragiwaksono, Gilang Baskara, Mo Sidik, Adjis Doaibu.
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Komika sekaligus sutradara Ernest Prakasa mengatakan bahwa Open Mic adalah istilah umum yang biasa disebut di dunia Stand Up Comedy.
Pasalnya beberapa acara stand up comedy menggunakan nama Open Mic.
"Open mic itu istilah yang sangat umum ya. Jadi kalau open mic didaftarkan sebagai IP, ibaratnya ada orang yang mendaftarkan pentas seni atau festival jajanan gitu, sehingga pembuat acara serupa dipalak, disuruh bayar."
"Ini sama sekali enggak masuk akal," kata Ernest, Kamis (25/8/2022).
Ernest mengisyaratkan Open Mic merupakan sebuah festival yang diakuisisi.
Baca juga: Harap Merek Open Mic Dibatalkan, Ernest Prakasa dan Pandji Pragiwaksono Ungkap Pandangannya
Ketua Stand Up Indo, Adjis Doaibu juga mengungkapkan hal yang sama.
Dikutip dari Kompas.com, menurut Adjis, 'Open Mic' adalah istilah umum dalam dunia hiburan dan sebenarnya hanya dimiliki publik.
"Ini terpaksa kami lakukan karena istilah open mic yang jelas-jelas istilah umum dalam dunia hiburan, telah dibajak dan dimonopoli oleh satu pihak saja. Kemudian menyebar somasi melarang pihak-pihak lain menyelenggarakan acara yang bertajuk Open Mic," ucap Adjis.
Pendaftaran merek Open Mic menurut Adjis hanya akan membatasi para komika.
"Ini bukan saja lawakan yang sangat tidak lucu, tapi juga sangat mengganggu dan meresahkan para komika, penyelenggara acara, serta pemilik kafe dan restoran," tutur Adjis.
"Melalui gugatan ini, kami ingin mengembalikan ‘open mic’ menjadi milik publik lagi," lanjutnya.
Baca juga: Komunitas Stand Up Comedy Indonesia Ajukan Pembatalan Merek Open Mic
Kuasa Hukum Stand Up Indo, Panji Prasetyo menyebut pendaftaran merek Open Mic Indonesia justru melanggar hukum.
"Pendaftaran merek Open Mic Indonesia telah melanggar pasal 20 huruf a dan pasal 21 ayat 3 UU Merek No. 20 Tahun 2016, karena didasarkan pada itikad buruk dan telah mengganggu ketertiban umum, karenanya kami meminta pengadilan untuk membatalkan merek tersebut," ujar Panji Prasetyo.
Adapun pihak yang digugat yakni pemilik merek Open Mic Indonesia, Ramon Papana, kemudian Turut Tergugat yakni Direktorat Merek Ditjen Kekayaan Intelektual.
Pandji Pragiwaksono Tanyakan Tujuan dan Maksud
Komika Pandji Pragiwaksono mempertanyakan tujuan dan maksud pihak yang mendaftarkan merek Open Mic ke DJKI.
Pendaftaran merek Open Mic ke DJKI, menurut Panji membuat banyak komika di Indonesia terkena dampaknya.
"Kenapa harus didaftarkan sebagai merek? Kenapa orang harus bayar Rp 1 miliar? Karena Open Mic itu istilah umum, puisi juga kadang-kadang ada Open Mic-nya, bermusik pun ada Open Mic-nya, sayang gitu, kasihan," ujar Pandji Pragiwaksono, diwartakan Tribunnews.com sebelumnya.
Pandji Pragiwaksono juga mengatakan bahwa akibat memakai nama Open Mic dalam acaranya, salah satu komika ternama Indonesia, Mo Sidik pernah terkena somasi dan harus membayar Rp 1 miliar.
"Mo Sidik baru 2019, yang lain-lain udah dari sebelumnya," ungkap Pandji.
Baca juga: Buntut Gugatan Open Mic, Banyak Komika Indonesia Kena Somasi
Mo Sidik Sempat Disomasi
Mo Sidik pernah disomasi pada 2019 karena menggunakan nama Open Mic pada acara panggung yang dibuatnya.
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, gara-gara somasi itu, Mo Sidik mengaku selama tiga pekan tidak bisa tidur dengan tenang.
Bahkan karena kerap memikirkan isi somasi, Mo Sidik sampai tidak bisa melawak.
"Kita ingin aman-aman saja, somasi Rp 1 miliar itu terus terang dua tiga minggu saya enggak bisa tidur. Boro-boro mau melawak ya. Kalau saya kenanya tahun 2019," ucap Moh Sidik.
(Tribunnews.com/Fajar/Fauzi Alamsyah)(Kompas.com/Vincentius Mario)