Pertumbuhan Dahomey bertepatan dengan pertumbuhan perdagangan budak Atlantik, dan menjadi dikenal orang Eropa sebagai pemasok utama budak.
Kisah film ini mengikuti perjalanan epik emosional Jenderal Nanisca yang diperankan oleh Viola Davis.
Viola Davis melatih generasi berikutnya dari rekrutan dan mempersiapkan mereka untuk berperang melawan musuh yang bertekad untuk menghancurkan cara hidup mereka.
Dikisahkan pasukan itu memiliki keterampilan dan keganasan yang belum pernah ada di dunia.
Pasukan prajurit wanita ini tidak segan untuk membunuh siapa pun yang menghalanginya.
Pada suatu waktu, mereka dihadapkan dengan lawan dari Kekaisaran Oyo yang menculiki para perempuan Dahomey dan menjualnya sebagai budak.
Mengutip The Time, The Woman King dibuka pada tahun 1823, tahun dimana Raja Ghezo akhirnya membebaskan Dahomey dari status anak sungainya.
Di film itu diceritakan Dahomey memang berpartisipasi dalam perdagangan budak pada saat itu.
Tapi kemudian Nanisca memutuskan untuk sepenuhnya mengakhiri keterlibatan kerajaan.
Nanisca kemudian mencoba meyakinkan raja yang saat itu berkuasa untuk berhenti berpartisipasi dalam perdagangan budak.
Secara keseluruhan, The Woman King bukan hanya sekadar soal peperangan, kekuatan, dan perempuan.
Film ini menggali lebih dalam ke ketukan dramatis yang sudah dikenal.
Sesuatu yang bersandar pada tema umum soal cinta, persaudaraan dan komunitas, serta moralisme yang jelas.
(Tribunnews.com/Tio)