News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Panggung Maestro, Penghormatan untuk Pelaku Kesenian yang Setia Berkiprah Puluhan Tahun

Penulis: Willem Jonata
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Maestro tari Legong Keraton dari Karangasem Bali, yakni Anak Agung Ayu Kusuma Arini (76), Ida Ayu Wayan Supraba (70), Ida Ayu Ketut Kartika (76).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willem Jonata

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesenian tradisional seperti tari, musik, teater, dan tradisi lisan adalah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang utama.

Setiap daerah memiliki bentuk kesenian tradisional yang unik dengan otentisitas tersendiri.

Namun, agaknya orang yang mempunyai pemahaman mendalam terhadap berbagai seni tradisional itu terasa makin sedikit.

Oleh karenanya, Yayasan Taut Seni bekerja sama dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, menggelar Panggung Maestro-II di Gedung Kesenian Jakarta, pada 22-23 Desember 2023.

Panggung Maestro merupakan pergelaran kesenian tradisi yang penyajiannya dirancang secara serial, untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap kesenian dan senimannya dari pelbagai daerah.

Ajang yang didukung Pertamina, iForte, Group Purnati Indonesia, Puro Mangkunegaran, dan Puri Agung Karangasem, sungguh suatu hal yang sangat membahagiakan sekaligus mengharukan.

Sebab, Panggung Maestro mempertemukan para penari yang berusia di atas 70 tahun bahkan ada yang sudah melebihi 90 tahun, namun masih berkarya.

Lama rentang waktu yang dijalani di bidangnya bukan main-main. Konsep wiraga, wirama, serta wirasa sudah jauh dilampauinya.

"Dan yang mampu ada dan selalu ada adalah "kasunyatan" yang senantiasa bersemayam di dalam tubuhnya, itulah sejatinya sang Maestro," kata Sulistyo Tirtokusumo, Dewan Artistik Panggung Maestro.

Maestro di sini adalah orang yang telah menekuni dan menguasai suatu bidang seni tradisi secara terus-menerus dalam waktu lama.

Sebutan lain untuk maestro adalah empu yang menurut batasan Kemendikbudristek adalah seseorang yang mengabdikan diri secara tekun dan setia kepada jenis seni tertentu, melalui pelbagai kegiatan pertunjukan dan/atau mewariskannya kepada generasi muda.

Usia mereka di atas 60 tahun dan telah berkiprah dalam bidangnya selama 35 tahun atau lebih.

Karena itu para maestro merupakan ujung tombak pelestarian seni dan budaya Indonesia.

Melalui kaca-pandang, kiprah, dan kecintaan para maestro itulah kita bisa melihat dan merasakan keluhuran nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tradisional warisan nenek moyang yang berabad-abad umurnya.

Maka sudah selayaknya generasi sekarang dan mendatang memberikan penghargaan terhadap mereka yang telah menanam dan memupuk benih-benih jati diri peradaban kita di tengah putaran zaman dan arus globalisasi.

Panggung Maestro yang akan hadir kedua kalinya di Gedung Kesenian Jakarta adalah salah satu bentuk penghargaan.

"Kami berharap dengan tumbuhnya apresiasi terhadap para maestro akan tumbuh pula semangat dan upaya kita untuk meneruskan kiprah mereka dalam menjaga, merawat, dan mengembangkan kesenian tradisional Indonesia dengan kecerdasan dan kreativitas yang tak terbatas, sehingga akan menjadi aset hidup kebudayaan bangsa yang berharga," terang Sulistyo

Panggung Maestro kali ini menghadirkan maestro kesenian dari 3 daerah yaitu: Tari Golek Montro dari Surakarta, Jawa Tengah, Tari Legong Keraton dari Karangasem, Bali, dan tari Pakkarena Bura’ne Kasuwiang, Pagandarang dan Keso-keso dari Gowa, Sulawesi Selatan.

Mereka yang tampil untuk tari golek Montro adalah Kanjeng Raden Nganten Tumenggung Suyati Tarwo Sumosutargio (90).

Baca juga: Melalui Kesenian Lokal, Masyarakat Diajak Tak Terpecah Belah Hadapi Pilpres 2024

Sementara maestro Tari Legong Keraton dari Karangasem Bali, yakni Anak Agung Ayu Kusuma Arini (76), Ida Ayu Wayan Supraba (70), Ida Ayu Ketut Kartika (76).

Tari Pakkarena Bura’ne Kasuwiang bakal disuguhkan oleh murid-murid Daeng Manda.

Keso-keso dari Gowa, Sulawesi Selatan bakal dimainkan oleh Serang Dakko (84) dan Basri Baharuddin (70).

"Menjaga maestro, melangkah ke depan adalah sebuah pekerjaan yang berat untuk kami dari Taut Seni bekerja sama dengan Bumi Purnatidan Bali Purnati. Kami berjalan dan menjaganya," kata Restu Imansari Kusumaningrum, Dewan Artistik Panggung Maestro.

Menjaga maestro, melangkah ke depan adalah tantangan zaman.

Namun, selalu ada yang meyakini bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai peninggalan budayanya.

"Saya berharap pekerjaan yang berat ini adalah mandat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga permohonan dari kawan-kawan di seluruh Nusantara mendapat dukungan di dalam menegakkan daya cipta dan perkembangan peradaban kebudayaan Indonesia untuk jangka panjang. Marilah kita menjaga maestro, melangkah ke depan," lanjut Restu.

Endo Suanda, Dewan Artistik Panggung Maestr, menambahkan panggung Maestro adalah sebuah pernyataan penghormatan kepada para seniman yang telah mengalirkan energi seni-budaya yang didapat dari para pendahulunya kepada kita generasi penerusnya.

Energi adalah daya hidup, semacam sukma, bukan benda mati. Tapi sukma hanya ada jika raga terjaga.

"Pernyataan ini adalah niat, semacam janji, untuk kita menjadi pewaris aktif dengan memelihara dan memupuk energi itu, hingga akan lahir buah dan biji yang membekali pertumbuhan budaya seterusnya,” tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini