News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rahayu Saraswati: Kearifan Lokal Harus Jadi Roh Perfilman Indonesia di Era Digital

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rahayu Saraswati usai Focus Group Discussion (FGD) Penelitian Fundamental Reguler Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kemdikbudristek-UBM bertajuk ‘Permodelan Proses Produksi, Distribusi, dan Konsumsi Sinema Indonesia Pasca Disrupsi Digitisasi Film dan Layanan VOD’ di Hotel Aryaduta Suites, Semanggi, Jakarta pada Senin (11/11/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menekankan pentingnya menjaga kearifan lokal dalam memproduksi karya sinematik.

Ini disampaikan Rahayu Saraswati dalam Focus Group Discussion (FGD) Penelitian Fundamental Reguler Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kemdikbudristek-UBM bertajuk ‘Permodelan Proses Produksi, Distribusi, dan Konsumsi Sinema Indonesia Pasca Disrupsi Digitisasi Film dan Layanan VOD’ di Hotel Aryaduta Suites, Semanggi, Jakarta, Senin (11/11/2024).

Penelitian yang diketuai oleh Dr. Daniel Susilo ini memetakan pola produksi, distribusi, dan konsumsi film Indonesia melalui survei dengan melibatkan 1.000 responden dari empat kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bali.

Mengacu pada hasil penelitian tersebut, Rahayu Saraswati menyoroti keunikan sinema Indonesia terletak pada kearifan lokal yang diusung dalam setiap karya.

"Kearifan lokal adalah roh yang membedakan film Indonesia dari film-film luar negeri. Kita memiliki nilai-nilai budaya yang kaya dan unik di setiap daerah, dan itu harus menjadi elemen utama dalam setiap produksi film yang kita hasilkan,” ujar Rahayu Saraswati.

Penelitian ini mengidentifikasi perubahan pola konsumsi sinema masyarakat Indonesia yang kini semakin bergantung pada layanan video on demand (VOD). Hal ini memengaruhi strategi distribusi film nasional yang harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi digital.

“Pascadisrupsi digitasi, film tidak hanya diproduksi untuk bioskop tetapi juga untuk platform digital. Ini adalah tantangan sekaligus peluang bagi industri kita untuk menjangkau lebih banyak penonton,” kata Rahayu.

Selain aspek distribusi, penelitian ini juga menemukan bahwa film Indonesia berperan besar sebagai produk ekonomi kreatif yang mampu menyumbang secara signifikan pada perekonomian nasional.

"Film bukan hanya hiburan, tetapi juga bagian penting dari ekonomi kreatif. Dengan mengangkat nilai budaya kita, film dapat menjadi alat pelestari kebudayaan sekaligus sumber pendapatan negara,” jelas Rahayu.

Di samping itu, Rahayu menekankan bahwa VOD membuka peluang bagi sineas muda untuk menampilkan karya mereka kepada publik yang lebih luas tanpa harus menembus jaringan bioskop yang terbatas.

“Layanan digital seperti VOD memudahkan sineas lokal, terutama yang masih muda, untuk berkarya dan menunjukkan kreativitas mereka. Ini adalah momentum bagi mereka untuk berinovasi,” ungkapnya.

Namun, ia juga mengingatkan akan pentingnya kebijakan yang mendukung pengembangan ekosistem perfilman lokal.

Menurutnya, pemerintah perlu terlibat lebih aktif dalam memberi fasilitas dan regulasi yang melindungi hak cipta serta mendorong pertumbuhan film lokal.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini