News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Jangan Adu Marzuki Alie dan Oegroseno Secara tidak Terhormat

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kontestasi perebutan ketua umum dari organisasi tenis meja nasional akhirnya memastikan terjadinya 'head- to head' antara Ketua DPR Marzuki Alie dengan Wakapolri Komjen (Pol) Oegroseno.

Marzuki Alie mengetuai kepengurusan PB PTMSI 2014-2018 melalui Munas yang digelar Selasa (4/2) lalu di Hotel Century, Senayan, sedangkan Oegroseno memimpin kepengurusan 2013-2017 versi Munaslub 23 Pengprov PTMSI yang dihelat 31 Oktober 2013 di Mapolda Jaya, Jakarta.

Keberadaan dua kepengurusan PTMSI ini dinilai tidak hanya memastikan masih berlanjutnya perpecahan diantara para pemangku kepentingan, akan tetapi juga mengindikasikan perpanjangan konflik antara KOI dan KONI Pusat.

Pasalnya, KOI disebut-sebut memberikan dukungannya pada kepengurusan Oegroseno, sementara Marzuki Alie adalah calon yang sejak
awal digadang-gadang oleh KONI Pusat.

Dari keterangan yang dihimpun wartawan, sudah saatnya Menpora Roy Suryo turun tangan untuk berupaya menyelesaikan permasalahan yang mendera organisasi tenis meja ini.

Apalagi, konflik tersebut kini turut mempengaruhi eskalasi konflik antara KOI dan KONI Pusat. Namun, menurut Triyanto Saudin, bukan Menpora yang bisa menyelesaikan permasalahan tenis meja ini. Akan tetapi, Dato Sri Tahir, MBA, ketua umum PB PTMSI 2002-2006 dan 2006-2011.

"Pak Tahir yang harus bertanggung-jawab," tegas Triyanto Saudin, yang memangku jabatan ketua umum organisasi tenis meja nasional itu selama dua tahun di awal 2000.

Pada 21 April 2002, Triyanto Saudin 'menyerahkan' jabatan ketua umum kepada Dato Tahir, MBA melalui Munaslub di Hotel Century, Senayan.

"Apakah pak Tahir belum tidak ikhlas melepas tenis meja? Jawabannya berpulang kepada pak Tahir sendiri, dan masyarakat. Bagi saya, kalau pak Tahir bisa menyatukan tenis meja nasional, dia sangat luar biasa. Tanda kecintaan kita, kita ikhlas. Karena itu pula saya ikhlas ketika pada Munaslub 2002 itu menyerahkan kesinambungan kepemimpinan organisasi tenis meja nasional ini kepada pak Tahir," papar Triyanto Saudin.

"Jangan korbankan mereka diadu secara tidak terhormat. Pak Tahir harus bertanggung-jawab," sambung suami dari Vivi Effendi, calon anggota DPD DKI nomor 33 itu.

"Tidak dalam kapasitas saya untuk berbicara tentang KOI atau KONI, juga tentang apa yang mungkin harus dilakukan oleh Kantor Menpora. Namun, sebagai mantan ketua umum PTMSI, saya melihat kalau semua permasalahan ini tidak terlepas dari apa yang sudah terjadi sebelumnya," jelas Triyanto Saudin.

AKUI TAHIR HEBAT

Menurut Triyanto Saudin, potensi perpecahan di tenis meja sudah terjadi sejak dulu. Beberapa kepengurusan PTMSI terus diwarnai konflik, termasuk kepengurusannya yang walau hanya dua tahun terus tergerus oleh konflik internal. Namun demikian, Triyanto mengakui bahwa ia sempat merasa salut pada dua kali masa kepengurusan Dato Sri Tahir MBA, yakni 2002-2006 dan 2006-2011.

"Saya angkat tangan, salut, hormat, tak ada konflik, fine, dan semua kelihatannya fun. Pak Tahir juga pegang SEATTA, organisasi tenis meja Asia Tenggara, hebat. Pemain-pemain kita juga menuai prestasi di SEATTA, masih ada medali juga dari SEA Games, sementara para pemain juga diberangkatkan berlatih di Cina, Korea," tutur Triyanto Saudin.

Akan tetapi, Triyanto tidak menyangka jika pak Tahir meninggalkan permasalahan di akhir kepengurusannya. "Itu berarti pak Tahir belum ikhlas melepas tenis meja," tegas Triyanto, yang menilai mestinya Tahir sudah merasa puas dengan menjadi ketua umum dua periode sesuai ketentuan dalam AD/ART.

Seperti diketahui, Tahir kembali memimpin PB PTMSI untuk ketiga kalinya, untuk periode 2012-2016 melalui Munas pada 12-12-2011 di Hotel Merlynn Park, Jakarta Pusat, setelah dalam pandangan umum untuk pengajuan calon ketua umum memperoleh dukungan suara dari 23 pengprov.

Eka Wahyu Kasih, bakal calon ketum lainnya, hanya disokong oleh delapan suara sehingga tidak bisa dimajukan sebagai kandidat ketua umum.

Munas sempat diwarnai protes adanya perubahan AD/ART menyangkut masa jabatan ketua umum, dari maksimal menjabat dua periode, menjadi tiga periode, dan protes terkait kriteria untuk dukungan minimal 10 suara bagi pengajuan calon ketua umum.

Pada Munas ulangan yang digelar 25 September 2012 di Solo, kembali Tahir yang terpilih setelah mendominasi pemungutan suara dalam dua putaran, dimana ia memperoleh 21 suara, unggul telak dari kandidat yang didukung oleh Eka Wahyu Kasih yakni Benny Tjokro Saputro yang hanya didukung enam suara.

"Jadi yang bisa menyelesaikan permasalahan tenis meja ini hanya pak Tahir, bukan Menpora," tegas Triyanto Saudin. (tb)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini