TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Tujuh Juli 2011 yang lalu merupakan sebuah hari yang bersejarah bagi dunia pendakian Indonesia. Empat orang anak bangsa Indonesia menggenapi tugasnya dalam menginjakkan kaki di tujuh puncak tertinggi di tujuh benua (seven summits).
Empat orang tersebut adalah Sofyan Arief Fesa (31), Frans (27), Janatan Ginting (25) dan Broery Andrew Sihombing (25) yang merupakan anggota Mahitala dan mahasiswa aktif di Universitas Katolik Parahyangan Bandung pada saat itu.
Puncak Gunung Denali (6.194 mdpl) yang berada di Alaska, Amerika Serikat menjadi gunung ke tujuh yang didaki setelah menjejakkan kaki di enam gunung sebelumnya dalam Ekspedisi Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar 2009 – 2011. Genaplah mereka menjadi seven summitter dan menjadi orang Indonesia pertama yang mendaki tujuh puncak tertinggi di tujuh benua.
Sejak keberhasilan itu sampai sekarang, semangat para pendaki gunung dalam negeri terasa mulai tumbuh lagi setelah melihat euforia para pendaki gunung yang seakan berbondong-bondong mendaki tujuh puncak tertinggi di tujuh benua tersebut.
Sebelum keberhasilan itu, gaung dunia pendakian gunung es terasa sangat surut sejak terjadinya musibah di tahun 1992 di mana dua orang anggota Mapala UI, Norman Edwin (alm) dan Didiek Samsu (alm) meninggal dalam usahanya mendaki Gunung Aconcagua, Argentina, gunung yang ke lima dari tujuh puncak tertinggi di tujuh dunia.
Tragedi tersebut seharusnya tidaklah menjadi momok, tetapi bagaimana caranya hal tersebut menjadi evaluasi bagi semua kalangan pendaki gunung di Indonesia. Setiap usaha yang dilakukan pada akhirnya berbuah manis juga. Cerita perjuangan dari saudara-saudara pendahulu tersebutlah yang telah menambah semangat untuk membuat dunia pendakian gunung Indonesia menjadi lebih baik.
Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) berada di jajaran Pegunungan Sudirman, Papua dan merupakan puncak tertinggi di Indonesia. Selain itu, Carstensz Pyramid merupakan salah satu puncak tertinggi di tujuh benua (seven summits) yang mewakili Benua Australasia.
Enam gunung lain yang termasuk dalam seven summits adalah Gunung Vinson (4.897 mdpl) di Antartika, Gunung Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia, Eropa; Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl) di Tanzania, Afrika; Gunung Denali (6.194 mdpl) di Alaska, Amerika Utara; Gunung Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina, Amerika Selatan; dan Gunung Everest (8.848 mdpl) di Nepal/Tibet, Asia.
Sebagai salah satu dari tujuh puncak tertinggi di tujuh benua, Carstensz Pyramid selalu menjadi tujuan bagi para pendaki gunung mancanegara. Carstensz Pyramid memiliki jalur dengan kesulitan yang sangat tinggi.
Kesulitannya ditunjukkan dari cara mendaki dan menghadapi cuaca eksrim Papua yang notabene memiliki curah hujan yang tinggi sepanjang tahunnya.
Dari Lembah Kuning (4.250 mdpl) setiap pendaki wajib menggunakan tali pengaman (fixed rope) yang tersedia pada jalur normal pemanjatan dinding tegak Carstensz Pyramid (dinding tegak ini memiliki kombinasi kemiringan antara 60 sampai 80 derajat).
Di sepanjang jalur pendakian tersebut tali terpasang sepanjang 700 meter. Tali itu digantung pada pengaman seperti paku tebing (piton), cacat tebing (biasanya berupa celah pada batu), dan hanger.
Fakta berdasarkan pengamatan terakhir yang dilakukan oleh Sofyan Arief Fesa (anggota Mahitala Unpar yang merupakan salah satu pendaki tujuh puncak di tujuh dunia) dalam rangka memandu pendaki mancanegara ke puncak Carstensz Pyramid pada Februari 2014 lalu, sebagian besar tali berada dalam kondisi yang tidak baik lagi dan memiliki resiko yang tinggi jika digunakan.
Kondisi tersebut diyakini karena tali-tali tersebut telah mencapai batas umur pemakaiannya. Berdasarkan data, tali baru yang keluar dari pabrik layak disimpan selama 15 tahun dengan catatan tanpa pemakaian sama sekali. Dengan pemakaian yang wajar, tali dapat dipergunakan selama +/- 4 tahun. Tapi dengan kondisi cuaca ekstrim Papua, umur tali tersebut hanya sekitar 2 tahun saja.