TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Tidak terlalu keliru jika menyebut berkuda adalah salah satu jenis olahraga yang mahal. Namun, tidak tepat juga jika bersikeras mengatakan bahwa berkuda adalah olahraga ekslusif, dalam hal ini berkuda ketangkasan atau equestrian.
Pembelian kuda, yang sebagian besar didatangkan dari luar negeri, memang membutuhkan dana cukup besar.
Tetapi, dengan mengutamakan pertimbangan pencapaian prestasi, pengadaan kuda-kuda tangguh pada akhirnya harus dipandang sebagai salah satu sumbangsih dari para pemilik klub dan pemilik kuda dalam upaya untuk lebih mengharumkan nama bangsa dan negara di pentas olahraga berkuda regional dan global.
Pembelian dan pengadaan kuda-kuda handal bukan lagi sekadar atas dasar hobi atau rasa suka, akan tetapi jauh di atas itu, yakni pencapaian pestasi anak bangsa.
Oleh karena itu juga, rekrutmen atlet atau rider handal untuk disiplin equestrian ini tentunya juga tak bisa dinomor-duakan. Proses pembinaan rider handal dan kuda-kuda yang tangguh harus dilakukan seiring-sejalan. Rider harus sangat memahami sifat-sifat kuda, yang terdiri dari berbagai jenis sehingga karakternya juga berbeda-beda.
Bekal pengetahuan yang mendalam itu secara psikologis akan meningkatkan rasa percaya diri mereka jika tampil di perlombaan mancanegara dengan kuda-kuda pinjaman atau 'borrowed horse'. Jangan lupa, berkuda adalah satu-satunya olahraga yang mempersatukan dua mahluk bernyawa dan sama-sama memiliki rasa, yaitu manusia dan hewan (kuda).
Saat ini rider handal dan kuda-kuda tangguh bergabung di banyak klub. Persebarannya hampir merata. Aragon, di Lembang, memiliki Bryen Brata-coolen dan Rahmat Saleh.
Bandung Equestrian Centre (BEC), juga di Lembang, punya William Sunjaya. Sun Sun memang gagal menjumput gelar dari beberapa kelas lompat rintangan yang diikutinya di Kejuaraan 'Cinta Indonesia Open'/CIO-2014 yang digelar APM Equestrian Centre & Boarding School, pada 31 Oktober hingga 2 November lalu, akan tetapi ia tetap menjadi aset besar dari BEC.
Di Pegasus ada Raymen Kaunang dan Joko Susilo, serta anak-anak dari Triputra Yusni Prawiro yang pemilik Pegasus sendiri, seperti Samuel Sampurno Prawiro yang saat ini tengah menempuh spesialisasi 'Sport Science' di sebuah perguruan tinggi di Gloucester, Inggris. JN Stud & Horse Club punya Yanyan Hadiansyah dan beberapa yunior.
Di Anantya Riding Club (ARC), ada kakak-beradik Rahmat dan Rosad Natsir, yang sama-sama menuai hari baiknya di kejuaraan 'CIO'-2014 dengan merebut beberapa gelar juara.
Persebaran rider senior tangguh juga terkonsentrasi di beberapa klub, misalnya Arthayasa, Equinara Arthayasa, D'Riders, dan APM Equestrian Centre. Bahkan, APM Equestrian Centre tinggal memetik hasil dari pohon yang mereka tanam melalui 'Boarding School', dengan puluhan siswa yang sekaligus calon-calon rider potensial.
"Kita bersyukur equestrian sekarang ini semakin diminati masyarakat awam. Banyak orangtua yang bukan berasal dari komunitas berkuda mendukung anaknya bersekolah di sini. Mereka juga tentunya berharap suatu saat anaknya bisa menjadi atlet nasional equestrian," tutur Nadia Marciano, pelaksana APM Boarding School, yang juga 'event director' kejuaraan 'CIO'-2014.
Karena kompetisi adalah sarana yang tepat, maka memperbanyak arena persaingan menjadi prioritas. Untuk itu, komunitas equestrian harus terus membuka diri, guna menjalin kemitraan dengan sponsor atau kerjasama dengan dunia usaha.
Apa yang dilakukan oleh APM Equestrian Centre dalam gelaran 'CIO' bisa menjadi contoh yang baik, di mana mereka bisa memperoleh dukungan dari para pelaku bisnis atau donasi dari seperti Sinar Mas Group, Artha Graha Peduli, OSO Group, Multi Wira, CV.
Delima, PT Antam, Air Asia, dan Lucas SH & Partners Sokongan dari dunia usaha bisa digaet sejauh kemasan sebuah kejuaraan diproyeksikan secara baik dan profesional, tentunya dengan dukungan manajemen penyelenggaraan yang profesional pula. Sudah terbukti jika disiplin berkuda ketangkasan tak kekurangan sumber daya manusia yang baik dan profesional pula. (tb)