Laporan Wartawan Harian Super Ball, Murtopo
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pengamat olahraga, Fritz E Simanjuntak menilai bahwa pola pembinaan atlet yang mencampurkan atlet andalan dengan atlet muda potensial dalam pemusatan latihan nasional yang dikelola oleh Satuan pelaksana Program Indonesia Emas, membuat pola latihan pun menjadi tidak fokus untuk memenangkan sebuah ajang kejuaraan.
“Seharusnya Prima itu sudah membina atlet yang berlatih untuk menang (train to win) bukan yang berlatih untuk berkompetisi (train to compete). Untuk yang train to compete, seharusnya itu menjadi atlet lapis kedua bukan atlet utama yang masuk dalam pelatnas,” ujar mantan pengurus KONI pusat era 1995-2002 itu.
Selain itu Indonesia juga belum memiliki sentra olahraga yang bisa menjadi pusat pelatihan seluruh cabang olahraga. Tanpa memiliki sentra olahraga terpadu (sport center), Indonesia akan sulit mencetak atlet andal untuk menuai prestasi saat menjadi tuan rumah Asian Games 2018.
Fritz berkaca pada keberhasilan Tiongkok menjadi juara umum Olimpiade 2008 saat dilangsungkan di negeri tirai bamboo tersebut. Tiongkok mempersiapkan atlet sejak tahun 2000 dengan membangun sentra olahraga di Beijing yang kemudian dikembangkan didaerah lainnya. Tiongkok pun menentukan cabang olahraga unggulan di Olimpiade.
Keberadaan sentra olahraga merupakan basis pencetak atlet andalan. Keberhasilan Indonesia menempati peringkat kedua saat menjadi tuan rumah Asian Games 1962 terjadi setelah keberanian Presiden Soekarno untuk membangun kawasan Senayan sebagai sentra olahraga yang juga digunakan sebagai venue pertandingan.