TRIBUNNEWS, COM.JAKARTA - Hari-hari ini juga menjadi hari-hari yang akan melelahkan bagi dokter hewan (drh) Fitri Dewi Fathiyah, yang diberi amanah oleh Pengprov Pordasi DKI Jaya untuk melakukan cek atau tes anti-doping pada kuda-kuda peserta Jakarta Derby, digelar Minggu (7/6) mendatang di Pulomas.
Pemberlakuan tes anti-doping sudah menjadi 'harga mati' dari Pengprov Pordasi DKI Jaya sebagai pelaksana event Jakarta Derby itu, walau dinilai terlalu cepat untuk diterapkan, dan mestinya hanya menjadi semacam ujicoba dahulu.
Kuda-kuda pemenang dari 19 kelas Jakarta Derby itu, khususnya dua peringkat teratas, akan menjalani tes anti-doping.
Terkait dengan itu, hadiah uang untuk kuda-kuda pemenang tidak akan langsung diberikan, menunggu hasil dari uji laboratorium doping.
Jika hasilnya negatif, maka hadiah uang akan segera diberikan.
Namun, para peserta mengeluhkan hasil pemeriksaan doping yang baru diketahui dua-tiga pekan kemudian.
"Percayalah uang hadiah itu tidak akan hilang," kata Alex, menanggapi kekhawatiran para peserta.
Semua dinamika terkait diberlakukannya tes anti-doping itu tak terlepas dari pengamatan drh.Fitri Dewi Fathiyah.
Soal Penilaian Harian Beserta Kunci Jawaban Mapel Informatika Kelas 10 SMA/MA Materi Sistem Komputer
Latihan Soal & Jawaban PKN Kelas 1 SD Bab 2 Semester 1 Kurikulum Merdeka, Aku Anak yang Patuh Aturan
"Sebenarnya tujuannya baik, tetapi memang untuk hal-hal yang baru, tidak mudah untuk menerapkan atau mengaplikasikannya dengan lancar," ujar drh Fitri Dewi Fathiyah.
Menyikapi kekhawatiran para peserta Jakarta Derby jika kuda-kuda mereka masih mengandung zat doping dari penampilan di pacuan terakhir yang diikuti, drh.Fitri Dewi Fathiyah meminta para peserta untuk mengisi formulir mengenai obat-obatan dan vitamin yang diberikan kepada kuda-kuda mereka.
Formulir itu harus dikembalikan, untuk segera dianalisa oleh drh. Fitri Dewi Fathiiyah dan timnya.
Oleh karena itu, seusai drawing atau undian, sebagian besar peserta tidak langsung meniggalkan tempat, tetapi langsung mengisi formulir tersebut.
Yang jelas, formulir tersebut harus dikembalikan saat briefing, Sabtu (6/6), antara pukul 10.00-12.00 WIB.
Seakan menjawab keraguan para peserta, drh.Fitri Dewi Fathiyah menjelaskan bahwa ia memang 'baru' 10 tahun berkecimpung sebagai 'dokter kuda', walau lebih banyak bergiat di berkuda ketangkasan (equestrian).
Menjawab pertanyaan tentang pengalamannya di pacuan, Fitri mengatakan bahwa ia juga memiliki pengalaman di kuda pacuan.
"Anabolic steroid tidak boleh sama sekali," katanya.
Dia menegaskan, obat kimia atau zat kimia itu ibarat pisau bermata dua. Tetapi, tentu perlu waktu untuk menjabarkan obat-obatan atau vitamin yang boleh atau tidak boleh diberikan kepada kuda-kuda yang masih dipakai pacuan.
"Saya saja perlu waktu enam tahun untuk mempelajarinya, jadi tidak mungkin cuma dalam satu hari menerangkannya secara detil," terangnya.
Drh.Fitri Dewi Fathiyah adalah jebolan Fakultas Peternakan Hewan IPB, Bogor, tahun 2002. Sejak lulus ia langsung menangani kuda. Ibu dua anak berusia 38 tahun dari pernikahannya dengan drh. Budhy Jasa Widiananta selama sekitar satu setengah tahun pernah bertugas di Malaysia.
"Antara 2005 hingga pertengahan tahun 2007 saya bertugas di Malaysia. Saya dapat beasiswa dari Totboard (totalisator board), lembaga resmi non pemerintah yang menangani loto kuda. Saya ditugaskan di Ipoh, Perak. Saya menjadi orang pertama dari Indonesia yang dapat beasiswa itu. Di Malaysia, keuntungan dari totboard diserahkan kembali pada masing-masing industri terkait untuk pemanfaatannya" papar drh.Fitri Dewi Fathiyah. tb