TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Surat dari Komisi Pacuan PP Pordasi, sebagai tanggapan atas Surat Edaran Pengprov Pordasi DKI Jaya, mengenai pemberlakuan tes anti-doping di Jakarta Derby, baru disampaikan Kamis (4/6) sore.
Surat tersebut diterima langsung oleh Alex Asmasoebrata, Ketua Pengprov Pordasi DKI Jaya.
Alex Asmasoebrata tampaknya menganggap Komisi Pacuan PP Pordasi seakan menghalangi pemberlakuan tes anti-doping di Kejuaraan Jakarta Derby.
Wakil Sekretaris Komisi Pacuan PP Pordasi Noviardi Sikumbang, yang mengantarkan surat tersebut, mencoba meluruskannya.
"Kebetulan saat itu ada juga pak Audi Tambunan, wakil ketua umum KONI DKI Jaya. Dihadapan pak Audi Tambunan, saya luruskan. Surat Komisi Pacuan PP Pordasi itu juga dibaca Audi," ungkap Noviardi Sikumbang.
"Ini masalah prinsip. Komisi Pacuan PP Pordasi sangat setuju dengan program anti-doping itu. Namun pemberlakuannya perlu sosialisasi. Pada saatnya nanti seluruh stakeholder pacuan kuda tidak bisa mengelak dengan program anti-doping tersebut," terang Noviardi Sikumbang.
"Audi pun mengerti sharing saya tersebut," sambung Wakil Sekretaris Komisi Pacuan PP Pordasi itu.
Noviardi Sikumbang menegaskan, Pengprov Pordasi DKI Jaya layak diberi pujian karena memjadi pionir anti- doping di pacuan kuda.
Sehubungan dengan itu juga, semakin cepat KONI DKI Jakarta mengangkat soal ini di Rapat KONI Pusat atau PB PON, hal itu tentu semakin bagus.
"Sangat bijaksana jika Pengprov Pordasi DKI Jakarta menetapkan Jakarta Derby sebagai awal kampanye anti-doping di pacuan kuda ini," jelas Noviardi Sikumbang. .
MENGUNDURKAN DIRI
Jika tes doping hanya dijadikan semacam 'trial test' dan tidak mempengaruhi hasil perlombaan, menurut pengamatan Noviardi, para peserta pacuan tidak menganggapnya sebagai masalah.
Namun, jika tes anti-doping sepenuhnya dijadikan sebagai rujukan, maka mayoritas peserta akan mengundurkan diri dari Jakarta Derby.
"Jika rentang waktu sosialisasinya cukup panjang, maka para pelatih akan bersiap diri tanpa perlu galau dan resah seperti saat ini," tegas Noviardi Sikumbang.
Dia mencoba menganalogikan ketentuan pemberlakuan tes doping pada pacuan Jakarta Derby ini dengan kewajiban pemakaian helm dan safety-belt pada UU Lalu Lintas di masa Menhub Azwar Anas dahulu.
Kewajiban pemakaian helm dan safety-belt didahului masa sosialisasi yang cukup panjang.
"Ketentuan itu baru efektif berlaku setelah 4 tahun. Itu UU yang secara hirarki dibawah UUD 1945. Apalagi Peraturan Doping yang hirarki-nya malah dibawah UU dan PP," papar Noviardi Sikumbang.
Menjelang PON XIX/2016 Jabar, peraturan Anti Doping bisa lebih efektif diberlakukan, dan tidak ada lagi reserve untuk itu.
Oleh karena itu, praktis 6 bulan sebelum PON XIX/2016 Jabar semua stakeholder olahraga berkuda, terutama pacuan kuda, sudah paham dan tidak lagi bisa beralibi. tb