TRIBUNNEWS.COM - Salah satu penyebab kegagalan Rio Haryanto pada balapan seri kedua di Bahrain, dua pekan lalu, adalah karena kesalahan pemilihan ban.
Ketika pebalap lain memakai strategi ban soft, soft, super soft, atau ban soft, soft, soft, Rio dan justru menggunakan ban soft, soft, dan medium.
Strategi ini yang kemudian memberikan hasil buruk. Pada akhirnya pebalap berusia 23 tahun itu hanya mampu finis di posisi buncit di urutan ke-17.
"Kami mempertimbangkan ban medium karena itu adalah pitstop terakhir. Tapi ternyata prediksi tim salah. Dengan kondisi di Bahrain kemarin, yang paling bagus itu ternyata soft dan super soft," tutur pebalap kebanggaan Indonesia itu kepada awak media di Jakarta, pekan lalu.
"Dua jam sebelum balapan saya melakukan diskusi dengan teknisi. Kami merencanakan untuk pakai soft, soft, baru terakhir medium. Sayangnya yang terbukti benar itu soft atau super soft," sambung pebalap kelahiran Surakarta itu.
Belajar dari kesalahan di Bahrain itu, Rio pun berharap di balapan berikutnya ia bisa mempersiapkan segalanya dengan lebih baik, dan tidak lagi mengalami kesalahan strategi. Satu pelajaran penting yang dipetik Rio adalah, ia akan lebih fleksibel dalam pemilihan ban.
"Bagi saya itu jadi pengalaman berharga. Ke depannya akan lebih fleksibel dan tidak terlalu menuruti apa kata tim," tambahnya.
Untuk balapan di Shanghai, Rio dan rekan setimnya, Pascal Wehrlein membawa empat ban medium, lima ban soft, dan empat ban supersoft. Dibanding pebalap lain, ban supersoft yang dibawa Rio dan Pascal merupakan yang paling sedikit.
"Di Shanghai ban yang disediakan tetap tiga yaitu soft, medium, dan supersoft. Tapi untuk strategi lomba saya belum bisa memutuskan, karena katerisktik setiap sirkuit itu berbeda. Harus dilihat dulu perfoma ban saat di free practice," kata Rio. "Saat free practice baru bisa ditentukan strategi lombanya seperti apa," imbuhnya.