TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua KONI Kaltim, Andi Harun, menilai penurunan prestasi kontingen PON Kaltim tidak bisa lepas dari dinamika yang terjadi selama gelaran PON XIX 2016 Jabar.
Menurutnya PON kali ini sebagai yang terburuk, terkacau, dan tercurang selama sejarah penyelenggaraan even 4 tahunan terakbar itu.
"Contohnya cabang olahraga taekwondo. Ini sejarah tuan rumah bisa mengambil emas 10 nomor yang dipertandingkan. Kemarin di Riau saja medali emas tersebar merata antarkontingen. Riau 3 emas, Kaltim 3 emas," tutur Andi kepada Tribun Kaltim di Hotel Guntur, Bandung, Rabu (28/9).
Menurut Andi Harun, kecurangan hampir terjadi di seluruh cabor. Kontingen lain kerap dirugikan saat bertemu tuan rumah. Andi menyoroti peran wasit yang selalu memberikan keuntungan bagi tuan rumah.
Khusus kelas Poomsae Taekwondo, Andi meyakini Jawa Barat telah merampas medali emas dari Kaltim.
Pasalnya wasit memberikan nilai sempurna kepada tuan rumah, 9,00 yang menggagalkan Kaltim meraih medali emas lantaran hanya mengumpulkan poin 8,77.
Padahal sebelum Jabar tampil, poin yang dikumpulkan Kaltim tertinggi di antara kontingen lainnya.
Sedangkan kategori Kyorugi, penggunaan sensor belum cukup membuktikan fair play pertandingan. Wasit lebih berperan memutuskan nilai.
"Atlet taekwondo kita, Alfred saat di final ketemu Jabar, kena pemotongan nilai sampai dua kali. Wasit tidak secara bersamaan memencet tombol, akhirnya nilai tidak keluar dan itu terjadi di saat‑saat krusial kita sedang memimpin. Ada 2‑3 atlet kita yang posisinya seperti itu," ujar Andi.
Andi juga mencium adanya indikasi PB PON mengganggu psikologis kontingen Kaltim. Contohnya tim tinju Kaltim yang tidak mendapatkan akomodasi layak saat berada di Jawa Barat. Hal itu berpengaruh dengan prestasi tinju yang hanya bisa meraih satu perunggu dari target 3 medali emas.
Tim softball dan hockey putri juga mendapat penginapan yang jauh dari venue. Tak jarang mereka harus berangkat dinihari saat bertanding pagi. Akibatnya performa tim kurang maksimal dan target meleset.
Beberapa cabor ricuh seperti judo, tinju, dan gulat. Semangat sportivitas hilang di tengah euforia membela daerah masing‑masing. Andi menilai PB PON tak mampu menampung aspirasi dan bentuk protes kontingen lain, sehingga terjadi kericuhan.
Kericuhan tersebut menurut Andi mempengaruhi semangat atlet bertanding. Tidak heran jika atlet Kaltim yang tampil meyakinkan di pelatnas tidak bisa berbuat apa‑apa di PON.
"Mental atlet jadi down duluan. Taekwondo yang seharusnya kita dapat dua emas hari pertama sudah dirampas tuan rumah. Dan itu kelihatan sekali tidak fair play. Akibatnya atlet yang bertanding hari berikutnya jadi tidak lepas mainnya," ungkapnya.
Ia menyayangkan hilangnya sportivitas di PON Jabar. Hal itu bakal mengancam regenerasi dan prestasi atlet nasional. PON sebagai ajang mencari bibit atlet yang siap berlaga di kancah internasional justru tercoreng tindakan tidak fair.
"Kalau prestasi yang diraih di PON ini abal‑abal, kita tidak bisa berbicara banyak level internasional. Saya yakin itu, karena hampir 50 persen peraih emas PON atlet abal‑abal yang sengaja dimenangkan," ujarnya.