TRIBUNNEWS.COM - Pelari jarak jauh Inggris, Mo Farah, mengaku sedih atas pemberitaan seputar dirinya akhir-akhir ini yang cenderung negatif.
Pria berusia 34 tahun itupun menuding media seolah ingin menghancurkan reputasinya sebagai pelari jarak jauh terbaik di dunia.
Setelah meraih medali perak pada ajang Kejuaraan Dunia Atletik 2017 yang digelar di London, Inggris, 4-13 Agustus 2017.
Mo Farah mendapat ujian dari pelatih larinya, Alberto Salazar yang tertuduh menggunakan narkoba.
Dilansir dari Sky, Alberto dilaporkan dan diselidiki mengenai suplemen dan obat terlarang yang diberikan kepada atlet asuhannya, termasuk Mo Farah.
Pada sebuah konferensi pers yang digelar Minggu (13/8/2017), Mo Farah menyatakan pernyataan kekecewaannya kepada seluruh wartawan yang hadir.
"Kalau kalian menanyakan hubungan Alberto yang menggunakan narkoba dengan saya, hal itu benar-benar melukai perasaan saya," ujarnya.
Baca: Hoffenheim Hadapi Ancaman dari Trio Mafisa
Farah menambahkan di akhir kariernya sebagai atlet, para wartawan seolah-olah ingin menghancurkan nama baiknya.
"Saya adalah atlet yang bersih. Jika kalian terus-menerus menggali pertanyaan yang menyinggung Alberto, kalian seperti merusak apa yang telah saya capai selama ini," lanjutnya.
Mo Farah menganggap apa yang dituduhkan wartawan menjadi "catatan buruk" perjalanan hidupnya.
"Selama bertahun-tahun kalian telah menyaksikan saya berjuang, tetapi pada akhirnya membawa saya pada kenyataan pahit," tandasnya sambil berderai air mata.
Mo Farah harus mengubur ambisinya pensiun dengan gelar juara dunia setelah hanya menempati peringkat dua di final 5.000 meter pada Kejuaraan Dunia Atletik IAAF, Sabtu (12/8)/2017.
Farah dikalahkan atlet Ethiopia, Muktar Edris, yang mencatat waktu 13 menit 32.79 detik.
Sementara Farah mencatat waktu 13 menit 33.22 detik dan meraih medali perak, diikuti pelari AS kelahiran Kenya, Paul Cheilo, dengan catatan waktu 13 menit 33.30 detik.
Berita Ini Juga Dimuat di KORAN SUPER BALL, Selasa (15/8/2017)