TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bintang bela diri Kelas Terbang Indonesia yang tengah bersinar, Stefer Rahardian menjalani kehidupannya di gang-gang sempit di lingkungan Jakarta Pusat, dimana ia tinggal di sana sejak berusia lima tahun.
Saat itu anak-anak seusianya memanggilnya sebagai “Eppen,” kata singkat dari nama depannya, para tetangga mengobrol di beranda rumah sementara suara Adzan di sore hari bekumandang di kejauhan.
“Itu merupakan lingkungan yang cukup keras saat saya beranjak dewasa,” cerita
Rahardian.
“Para lelaki kerak mabuk di depan pintu rumah Anda. Juga ada obat-obatan dan geng. Saat ini berdiri rumah-rumah bagus di sini, dan lebih aman.”
Berbagai kesulitan seakan menjadi bagian dari kehidupan Rahardian saat itu. Pertama
kedua orang tuanya harus berpisah 20 tahun yang lalu.
Kemudian kematian kakaknya mengikuti setelahnya. Hal tersebut masih belum cukup traumatis bagi Rahardian, karena setiap harinya ia juga mengalami intimidasi dan harus memberikan semua uang sakunya.
Berbadan kecil dan menjadi seorang Muslim di sebuah sekolah Kristen, Rahardian
sangat mudah dikenali sampai ia kemudian memutuskan untuk membela dirinya
sendiri.
“Hari demi hari, bulan demi bulan, saya menyadari jika saya tak melawan, akan sulit
bagi saya untuk bersekolah di sini,” kenangnya.
“Di sekolah saya, banyak sekali anak-anak berasal dari Ambon dan Papua. Mereka berbadan besar. Dan saya mengatakan, ‘Besok, Kita akan berkelahi.’”
Rahardian menantang penggangu terbesarnya hingga terjadinya perkelahian singkat
dan cukup melelahkan hingga kemudian dipisahkan oleh guru di sekolahya.
Meski Rahardian dapat menerangkan apa yang ia lakukan, aksi intimidasi tersebut berakhir
dan preman tersebut tak pernah mengganggunya lagi.
Ironisnya, bukan perkelahian di sekolah itulah yang mengilhami Rahardian untuk memilih bela diri. Baru pada saat seorang sahabatnya mengundang ke kelas Brazilian Jiu-Jitsu pada tahun 2008, ia seakan tersengat oleh racun bela diri.
Bekerja delapan jam sebagai office boy, Rahardian dengan berani menembus jam sibuk di Jakarta hanya untuk berlatih selama dua jam setiap harinya, menghabiskan sebagian besar dari gajinya untuk membayar sang pelatih.
“Di turnamen pertama saya, saya mengalami kekalahan. Yang kedua, juga kalah. Namun saya tak mau menyerah. Saya pikir hanya perlu menang sekali. Saya hanya ingin mengetahui bahwa saya tidak membuang waktu saya,” ujarnya.
“Di turnamen keempat, saya berada di posisi kedua. Itulah saatnya saya mulai ketagihan
memenangkan medali.”
Namun, tak lama kemudian bencana dialaminya saat latihan di tahun 2011. Partner
latihan Rahardian membuatnya terjatuh dan merobek ACL di lutut kanannya. Mimpinya,
sebagaimana juga pekerjaan sehari-harinya kini bergantung pada tabungannya, karena
biaya operasinya mencapai lebih dari US$3.700.
“Saya perlu menyembuhkannya, namun tak memiliki uang,” kenangnya muram.
Menemukan Kesempatan Kedua Beruntung, gym tempat Rahardian berlatih meminjamkan ia uang yang dapat dikembalikan melalui penghasilannya saat ia kembali ke pekerjaannya.Rahardian pun harus melakukan operasi di Surabaya, jauh dari rumahnya di Jakarta untuk memangkas biaya.
Sayangnya, seperti sudah menjadi takdir, operasi itu gagal. Setahun dalam masa
pemulihan, sekrup yang digunakan dalam prosedur operasi terlepas, dan seakan
melayang di dalam lututnya.
Kesialannya ini menjadikannya lebih banyak meminjam uang untuk membayar dokter
lain dan melakukan operasi pada lututnya yang cedera. Namun hal paling mengerikan
dari situasi ini adalah banyaknya orang yang kehilangan kepercayaan padanya bahwa
dia dapat kembali ke jalur yang benar untuk melanjutkan karir bela dirinya.
“Tak ada yang mau berlatih dengan saya,” tambahnya.
“Mereka semua berpikir saya sudah berakhir.” Hingga kemudian keberuntungan menyapanya saat berjumpa Andrew Leone di tahun 2013. Petarung ONE Bantamweight World Championship masa depan ini mulai menunjukkan kemampuan Muay Thai dan Jiu-Jitsu-nya di Jakarta Muay Thai MMA.
Rahardian sepertinya sangat cocok untuk bekerja dengan orang Amerika itu. Dan sejak
saat itu, keduanya berlatih bersama.
“Saya tak ingin mengecewakan Andrew [Leone], sehingga saya memberikan 100 persen komitmen,” ujarnya.
“Saya kira ia mempercayai saya.”
Terbukti, kepercayaan yang tinggi di antara keduanya menjadikan Rahardian kemudian
mengikuti jejak temannya itu untuk masuk ke ring yang sama dan mendapatkan
kesuksesan yang juga sama.
Rahardian membuat debut profesionalnya di tahun 2015, mendapatkan kemenangan
cepat, dan kemudian melompat ke ONE Championship yang telah ditunggu-tunggu.
Di bulan Agustus 2016, segera setelah bergabung, Rahardian mengalahkan sepasang
lawannya dengan jurus rear-naked choke hanya dalam dua menit untuk memenangi
ONE Flyweight Indonesian Tournament Championship.
Rahardian meneruskan kemenangannya di tahun-tahun selanjutnya, namun ia merebut
kemenangan terbaiknya di bulan September 2017 di gelaran pendukung pemuncak
dalam ONE: TOTAL VICTORY.
Di Jakarta Convention Center, Rahardian secara cerdas menjadikan petarung Kamboja
Sim Bunsrun terjatuh ke atas matras dan menghentikannya dengan pukulan-pukulan
telak dari posisi di atasnya.
Saat petarung Kamboja tersebut mencoba untuk menghindar dari pukulan-pukulan
tersebut dan membalikkan keadaaan, Rahardian mengantisipasinya dengan gerakan
rear-naked choke layaknya ular Cobra dan kemudian memaksa lawannya itu untuk
menyerah dalam 67 detik.
Tak terkalahkan dan kini memiliki rekor professional hebat 7-0, Rahardian memiliki potensi untuk menjadi atlet bela diri terbaik dari Indonesia yang pernah hadir.
“Saya hanya ingin terus berkembang dan terus maju,” tegasnya.
Sekarang, saat ia berjalan melintasi gang-gang sempit di lingkungan Jakarta Pusat, Rahardian selalu mengingat banyak hal yang telah hadir di dalam kehidupannya.
“Saya rasa ini adalah kunci utama yang membuka pikiran saya untuk berpikir out of the box
dan menjadi diri saya saat ini sekarang,” tambahnya.
Rahardian telah siap untuk pertarungan selanjutnya melawan petarung Pakistan Muhammad “The Spider” Imran dalam laga pendukung ONE: KINGS OF COURAGE, yang akan berlangsung di Jakarta Convention Center, Indonesia pada 20 Januari mendatang.
Dengan penampilannya yang impresif, Rahardian dapat membawa dirinya untuk
menembus lapisan atas divisi kelas terbang ONE yang antara lain ditempati Geje
“Gravity” Eustaquio, Danny Kingad, Kairat “The Kazakh” Akhmetov, Reece “Lightning”
McLaren, dan ONE Flyweight World Champion Adriano “Mikinho” Moraes.
Rahardian dapat belajar dari pertarungan selanjutnya karena dapat menambah
pengalamannya sebagai petarung yang kompetitif.
“Saya tak ingin terburu-buru. Akan selalu ada momen yang tepat. Setiap pertarungan adalah sebuah pembelajaran. Kami sebagai atlit bela diri mendapatkan ilmu yang berharga setiap saat kami berlatih dan melangkah ke dalam laga pertarungan,” terangnya.
Melalui kesuksesan yang tengah didapatnya saat ini, Rahardian memiliki keyakinan
bahwa suatu saat sabuk gelar juara ONE Flyweight World Championship akan
terlingkar di pinggangnya.
“Saya adalah atlit bela diri yang selalu berharap dapat memberikan Anda hiburan
terbaik dan pertunjukkan terbaik yang pernah ditonton di atas ring. Saya hanya ingin
menikmati setiap momen yang ada dan sabuk itu akan menjadi milik saya suatu saat
nanti,” jelasnya.