Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jendral Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi, Binaraga, Angkat Berat Seluruh Indonesia (PB PABBSI), Kutandi Djajalana menceritakan kondisi psikologis lifter andalan Indonesi, Eko Yuli terkait akan dicoretnya kelas 62 Kg di ajang Asian Games 2018.
“Sekarang upaya kami untuk membantu Eko yang frustrasi adalah mencari psikolog. Ingat, selain Asian Games 2018 ada Olimpiade Tokyo 2020,” kata Kutandi Djajalana yang turut hadir di Rapat Anggota Tahunan Komite Olimpiade Indoneisa (KOI) tahun 2018 di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
“Kita bantu Eko jangan terlalu turun. Itu teknisnya dari psikolog ya. Eko sakit juga karena stres itu, tapi sekarang sudah sembuh dan sudah kembali berlatih,” lanjutnya.
Sebelumnya, mengenai kabar penghapusan kelas yang dipertandingkan Eko Yuli itu pun diakunya sempat membuat geger PB PABBSI, dikarenakan nomor ini adalah nomor prioritas emas di Asian Games.
Bahkan, untuk mengubah keputusan tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ikut turun tangan dengan mengirimkan surat keberatan yang ditujukan kepada Presiden Olympic Council of Asia (OCA), Sheikh Ahmad Al-Fahad Al-Sabah.
“Target kami emas di Asian Games, eh tahu-tahu nomor 62 kg mau dihilangkan. Ribut dong, kami akan berusaha agar masih bisa dipertandingkan,” kata Kutandi Djajalana.
“Surat dari Kemenpora katanya belum dibalas, semoga di pertemuan hari ini Pak Erick juga ngomong. Kalau PABBSI sih sudah kirim ke IWF dan AWF,” lanjutnya.
Tak hanya itu, untuk membatalkan penghapusan kelas 62 Kg, pihaknya kini juga tenga berusaha melobi dengan negara lainnya agra nomor tersebut bisa dipertandingkan di Asian Games 2018.
“Kalau melobi negara lain, katanya memang ada 5-6 negara AWF yang bisa menentukan nomor ini. PABBSI sih tentu ingin 62 kg ada, karena medali ada di depan mata. Potensinya tinggi bagi Eko,” tutupnya.