TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Chris Paul, point guard Houston Rockets, punya memori yang sangat indah soal kakeknya. Memori yang penuh keindahan dan nilai-nilai kehidupan.
Orang-orang di WInston-Salem, kampung halaman Chris Paul, memanggil kakeknya Mr. Jones. Ya itu adalah nama sang kakek. Paul memanggil kakeknya dengan sebutan Papa.
Kakeknya adalah orang Afrika-Amerika pertama di Negara Bagian North Carolina yang memiliki bengkel.
Namun demikian, rasa bangga Chris Paul kepada kakeknya tidak sekadar itu. Kakeknya adalah seorang pekerja keras.
"Kami sering makan malam bersama dan tangannya penuh oli sehingga kami selalu meminta dia mencuci tangan. Dia akan bilang telah mencuci tangan," tutur Paul seperti dikutip dari The Players Tribune.
Chris Paul mengatakan oli yang menempel di tangan kakeknya adalah simbol kerja keras. Saking kerja keras memperbaiki mobil, oli-oli itu sulit dibersihkan menggunkan sabun.
"Semua orang di Winston-Salem mengenal dia. Dia adalah seorang legenda. Tidak ada yang mengenal nama kami. Buat semua orang kami hanya cucu-cucunya Mr. Jones," kata mantan Los Angeles Clippers itu.
Chris Paul memiliki hubungan yang dekat dengan Papa. Paul menyebut kakeknya sebagai sahabat terbaik di dunia ini.
Kunci Jawaban Post Test Modul 2 Kondisi Seperti Apa yang Biasanya Membuat Anda Belajar Lebih Optimal
15 Latihan Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 4 SD Bab 2 Kurikulum Merdeka, Di Bawah Atap
15 Latihan Soal Bahasa Indonesia Kelas 4 SD BAB 4 Semester 1 Kurikulum Merdeka, Meliuk dan Menerjang
Setiap kali Paul membuat ibunya marah, dia akan mencari Papa. Begitu juga jika Paul mendapat teguran dari pelatih.
"Dia juga bos saya. Waktu saya dan kakak saya berusia delapan atau sembilan tahun, kami bekerja di bengkel setiap musim panas," ujar Paul.
Paul mendapatkan uang dari pekerjaannya tersebut. Uang tersebut dia tabung untuk dia belikan sepatu basket atau apapun yang dia dan kakaknya inginkan.
Kegigihan menabung seperti ini ditularkan oleh Papa.
Paul dan saudara laki-lakinya pernah minta dibelikan sepatu basket oleh Papa, namun Papa bilang mereka harus punya uang sendiri untuk membeli sepatu itu.
Papa termasuk orang yang mendukung keputusan Paul menekuni bola basket.
Dulu Chris Paul ingin melanjutkan kuliah di University of North Carolina, namun dia memilih realistis.
Ketika hari perekrutannya tiba, Paul memilih bergabung dengan Wake Forest University.
Saat penandatangan perekrutan, Papa hadir mengenakan topi Wake Forest.
Papa menghampiri Paul lalu memeluk cucunya itu. Papa kemudian memberikan topi yang dia kenakan kepada Paul.
"Saya ingat dia tersenyum besar dan dia bilang, 'Saya akan mengingat hari ini di sepanjang hidup saya.'," tutur Paul.
Malam hari setelah perekrutan itu, Chris Paul dan Papa pergi menyaksikan pertandingan Wake Forest University di The Joel.
Keesokan malamnya, Chris Paul sedang menyaksikan pertandingan American football sekolah menengah atas.
Saat berada di stadion, Paul mendapat telepon dari kakaknya.
Kakaknya memberitahu Paul dia sedang mengemudi dalam perjalanan menuju rumah. Waktu itu kakaknya sedang kuliah di South Carolina. Waktu tempuh dari South Carolina ke Winston-Salem mencapai tiga jam.
Kakaknya bilang Papa sakit lalu menyuruh Paul menelepon ibu mereka.
Chris Paul kemudian mulai berpikir keras mengapa kakaknya pulang. Paul kemudian berlari ke tempat parkir untuk menuju ke rumah Papa mengendarai mobil.
Tiba-tiba sepupunya mengejar Paul dan menyampaikan kabar yang buruk. Papa meninggal dunia karena dibunuh.
"Saya tidak percaya. Tidak ada orang yang akan membunuh kakek saya. Tidak mungkin. Pasti ada yang salah," tutur Paul soal situasi saat itu di The Players Tribune.
Sebelum tiba di depan rumah Papa, Chris Paul dan sepupunya melihat situasi yang tidak biasa di sana.
Paul melihat lampu sirene polisi, merah dan biru, di mana-mana.
Paul juga melihat ambulans dan beberapa mobil polisi. Paul kemudian mendengar bibinya berteriak histeris.
Paul segera berlari ke arah rumah Papa sampai dihentikan pamannya. Sang paman kemudian memeluk erat Paul, lalu Paul melihat selembar kain putih menutup Papa, tepat di atas lantai garasi.
"Sekelompok remaja menyerang dia saat dia mengeluarkan mobilnya. Mereka mengikat dia dan memplester mulutnya sehingga tidak ada orang yang bisa mendengar dia. Mereka mengambil uangnya dan meninggalkan dia di sana. Dia tidak bisa bernafas dan jantungnya berhenti," kata pemain yang mengawali kariernya di NBA bersama New Orleans Hornets.
Kesedihan itu belum hilang dari Chris Paul sampai saat ini. Namun demikian, warisan yang diberikan Papa juga tidak hilang. Warisan itu adalah nilai-nilai kehidupan.
Begitu Paul berkarier di NBA, dia mulai membuat sebuah program amal untuk menghormati Papa. Tujuan Paul lewat aksi ini sangat sederhana, yaitu melakukan apa yang Papa pernah lakukan kepada dirinya. Kali ini Paul melakukan itu kepada anak-anak.
"Saya ingin membuat mereka merasa, tidak peduli dari mana asal mereka, mereka memiliki kesempatan untuk melakukan hal-hal besar di kehidupan ini," ujar pria 33 tahun.